TANGGUNG JAWAB IBU DALAM PEMBINAAN MORAL ANAK
ABSTRAK
(Mukhamad Fathoni)
Hubungan anak dengan orang tuanya, khususnya ibu mempunyai pengaruh dalam perkembangan moral anak. Anak yang merasakan ada hubungan hangat dengan ibunya, merasa bahwa ia disayangi dan dilindungi dengan baik serta mendapat perlakuan baik, biasanya akan mudah menerima dan mengikuti kebiasaan ibunya dan selanjutnya akan cenderung kepada moral yang baik. Akan tetapi, hubungan yang kurang harmonis, kurang serasi, penuh ketakutan dan kecemasan akan menyebabkan perkembangan moral anak menjadi sulit. Ibu adalah pembina pertama dan penentu kesehatan jiwa anak di kemudian hari. Seorang ibu akan selalu lebih dekat dengan anak-anaknya dibandingkan ayah, karena ibulah yang setiap hari selalu bergaul dengan anak-anaknya. Ibulah yang meletakkan dasar-dasar pendidikan akidah dan moral anak, di kemudian hari sampai anak remaja dan dewasa, pendidikan yang diberikan oleh seorang ibu akan tetap melekat dalam hati dan kepribadian anak.
Konsep-konsep pembinaan moral anak adalah menanamkan keimanan kepada Allah SWT dengan cara mengerjakan ajaran Islam yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW: adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri anak, menggosokkan madu di tenggorokan anak setelah dilahirkan, mencukur rambut kepala anak, pemberian nama yang baik, dan aqiqah. Tahap selanjutnya dalam pembinaan moral anak adalah dengan pembiasaan, latihan, dan teladan yang tepat dan sesuai dengan perkembangan jiwanya. Kedudukan ibu dalam pembinaan moral anak ialah mempunyai fungsi sebagai pembina pertama bagi pribadi anak-anaknya, pendidikan dan perlakuannya menentukan kesehatan jiwa anaknya di kemudian hari. Peran ibu dalam menerapkan konsep pembinaan moral anak meliputi: peran sebagai informator, organisator, pengarah/direktor, inisiator, fasilitator, mediator, dan evaluator.
Kata kunci : ibu, pendidikan, moral, anak.
A. Latar Belakang Masalah
Islam memuliakan kaum wanita, manusia diperintahkan untuk menghormati ibu yang telah mengandung dan melahirkan serta membesarkan dengan susah payah. Menghormati dan memuliakan ibu menjadi kewajiban bagi setiap anak, karena begitu penting peran ibu dalam menentukan arah perjalanan hidup seorang anak.
Ayat (Q.S, 31: 14) dengan tegas memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada ibu-bapaknya, terlebih ibu yang telah mengandung dalam keadaan lemah dan susah, kemudian menyapihnya. Ayat (Q.S, 31: 15) memerintahkan manusia untuk tidak mengikuti perintah ibu-bapak apabila perintah tersebut bertujuan menyekutukan Allah, berarti perintah orang tua yang harus diikuti anak hanyalah perintah yang baik. Secara implisit ayat di atas menggambarkan bagaimana peran ibu dalam mendidik anak, yaitu kebersamaan anak sampai anak disapih pada usia dua tahun. Masa-masa tersebut anak jelas selalu bersama dengan ibunya.
Nabi Muhammad SAW bersabda :
حَدِيْثُ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ, قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ اِلى رَسُوْلِ الله صَلىّ الله عليه و سلم, فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ اَحَقُّ بِحُسْنِ صَجَابَتى؟ قال: اُمُّكَ قال: ثم من؟ قال: اُمُّكَ قال: ثُمَّ مَنْ؟ قال: اُمُّكَ ثُمَّ مَنْ؟ قال: ثُمَّ اَبُوْكَ.
Hadits Nabi tersebut mempertegas kedudukan seorang ibu (wanita) dalam Islam, seorang ibu diletakkan pada posisi terhormat dan tinggi. Islam memperlakukan wanita sesuai dengan perannya dalam kehidupan, semenjak dini seorang anak selalu bersama dengan ibunya, sehingga seorang ibu mempunyai banyak kesempatan bila dibandingkan dengan seorang ayah untuk menanamkan dasar-dasar akhlak, iman, dan ilmu kepada anak.
Hubungan anak dengan orang tuanya, khususnya ibu mempunyai pengaruh dalam perkembangan moral anak. Anak yang merasakan hubungan hangat dengan ibunya, merasa bahwa ia disayangi dan dilindungi dengan baik serta mendapat perlakuan baik, biasanya akan mudah menerima dan mengikuti kebiasaan ibunya dan selanjutnya akan cenderung kepada moral yang baik. Akan tetapi, hubungan yang kurang harmonis, kurang serasi, penuh ketakutan dan kecemasan akan menyebabkan perkembangan moral pada anak menjadi sulit.
Zakiah Daradjat (2005: 156) menyatakan : "Sebagai ibu, wanita mempunyai fungsi sebagai pembina pertama bagi pribadi anaknya, pendidikan dan perlakuannya menentukan kesehatan jiwa anaknya di kemudian hari."
Ibu adalah pembina pertama dan penentu kesehatan jiwa anak di kemudian hari. Seorang ibu akan selalu lebih dekat dengan anak-anaknya dibandingkan ayah, karena ibulah yang setiap hari selalu bergaul dengan anak-anaknya. Ibulah yang meletakkan dasar-dasar pendidikan akidah dan moral anak, di kemudian hari sampai anak remaja dan dewasa, pendidikan yang diberikan oleh seorang ibu akan tetap melekat dalam hati dan kepribadian anak.
Bertolak dari uraian di atas dan melihat gejala penurunan moral anak-anak sekarang ini, maka dalam karya tulis ini akan dilakukan kajian dengan judul: "TANGGUNG JAWAB IBU DALAM PEMBINAAN MORAL ANAK."
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam karya tulis ini sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep pembinaan moral anak menurut Islam?
2. Bagaimana kedudukan ibu dalam pembinaan moral anak?
3. Bagaimana peran ibu dalam menerapkan konsep-konsep pembinaan moral anak?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui konsep-konsep pembinaan moral anak menurut Islam.
2. Mengetahui kedudukan ibu dalam pembinaan moral anak.
3. Mengetahui peran ibu dalam menerapkan konsep-konsep pembinaan moral anak.
D. Kegunaan Karya Tulis
1. Orang tua khususnya ibu dapat memanfaatkan karya tulis ini sebagai pengetahuan dan wawasan sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya dalam lingkungan keluarga.
2. Sekolah sebagai pihak yang turut bertanggung jawab dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa, dapat memanfaatkan karya tulis ini sebagai referensi untuk menentukan kebijakan yang mendukung pembinaan moral anak di lingkungan sekolah.
3. Masyarakat khususnya tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh agama yang mempunyai andil besar dalam pembentukan moral anak harus menyadari bahwa kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat akan sangat mudah diserap oleh anak. Oleh karena itu diperlukan kerja sama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam membina moral anak.
E. Definisi Operasional
1. Ibu dalam karya tulis ini adalah wanita yang mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, dan menyapihnya (anak). (Q. S, 31: 14)
2. Moral dalam karya tulis ini adalah mengenai keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa analisa hingga ia menjadi seorang mukallaf, pemuda yang mengarungi lautan kehidupan." (Nashih Ulwan, 1993: 174)
3. Anak dalam karya tulis ini adalah adalah keturunan kedua, manusia yang masih kecil. (Depdikbud RI, t-th: 35)
F. Metodologi Penelitian
Pengumpulan data untuk keperluan karya tulis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan, yaitu pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bahan yang ada di perpustakaan yang telah tertera dalam buku-buku yang tersedia, berupa arsip, dokumen, majalah, buku, dan materi perpustakaan lainnya dengan asumsi bahwa yang diperlukan ada di dalamnya. (Suryabrata, 1987: 16)
Setelah semua data yang diperlukan terkumpul, lalu diolah dengan mengklasifikasikan data tersebut menurut perincian permasalahan penelitian ini. Kemudian seluruh data itu dikaji secara sistematis dan kritis untuk dianalisis secara deduktif, yaitu pencarian data dari yang umum kepada yang khusus. Selain itu, terhadap data tersebut diadakan perbandingan dalam rangka memperoleh karya tulis dan penjelasan yang akurat dan komprehensif, yaitu disusun secara sistematis dan saling berhubungan sehingga membentuk kesatuan gagasan, ide ataupun pemikiran. Sebagai kegiatan akhir analisis data adalah penarikan kesimpulan dari data yang tersusun tersebut.
G. Pembahasan
1. Konsep Pembinaan Moral Anak
Ayat Al-Qur’an (Q. S, 39: 15) dengan tegas memberi peringatan kepada para orang tua yang tidak memperhatikan keluarganya, terutama anak-anak mereka. Anak-anak merupakan tanggung jawab orang tua untuk mendidiknya, baik pengetahuan agama maupun pengetahuan umum lainnya, terutama pendidikan moral. Hasan Mazhahiri (2001: 219) menyatakan: "Hak anak terhadap orang tuanya, mereka harus mengajarkan tiga ilmu …: ilmu akhlak, ilmu fiqh dan ilmu-ilmu Islam lainnya."
Konsep pembinaan moral anak harus dimulai sejak anak masih berada dalam kandungan. Nabi telah memberi penjelasan bahwa anak lahir dalam keadaan suci, tetapi karena orang tuanyalah yang menyebabkan ia Yahudi atau Nasrani atau Majusi. Nabi memberikan pelajaran yang tersirat bahwa pembinaan moral harus dilakukan sejak anak masih dalam kandungan.
Tahapan selanjutnya dalam pembinaan moral anak adalah dilakukan ketika anak lahir, ada beberapa hal yang disyariatkan Islam yang bersifat mendidik, yaitu :
1. Adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri sang anak
Faidah adzan dan iqamat di telinga anak yang baru dilahirkan merupakan langkah awal dalam rangka memasukkan moral kepada Allah terhadap anak yang dalam keadaan suci belum terpengaruh oleh hiruk pikuk dunia, sekaligus mengusir setan dan hawa nafsu. Anak yang baru lahir belum mengenal dunia fana ini, untuk itulah hal pertama yang diperdengarkan ke telinganya adalah kalimat-kalimat tauhid. Adzan dan iqamat ini diharapkan menjadi dasar nilai-nilai ketauhidan akan tertanam dalam hati anak, sehingga aqidah dan moral anak akan tetap suci dan mampu mengendalikan hawa nafsu untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT.
2. Menggosok tenggorokan anak setelah dilahirkan
Maksud menggosok-gosok langit-langit mulut adalah mengunyah kurma dan menggosokkannya ke langit-langit (mulut bagian atas) bagi anak yang baru dilahirkan. Hal ini dilakukan dengan menaruh sebagian kurma yang telah dikunyah di atas jari dan memasukkan jari ke dalam mulut anak, kemudian menggerak-gerakkannya ke kanan dan ke kiri dengan gerakan yang lembut, hingga merata. Jika kurma susah didapatkan, maka penggosokkan dapat dilakukan dengan bahan yang manis lainnya, seperti sari pati gula yang dicampur dengan air bunga, atau dengan menggunakan madu.
3. Mencukur rambut kepala anak
Di antara syariat Islam untuk anak yang dilahirkan adalah anjuran mencukur rambut kepala pada hari ketujuh dari kelahirannya, kemudian mengeluarkan sedekah untuk orang-orang fakir dan orang-orang yang berhak menerima sedekah tersebut.
4. Pemberian nama yang baik
Berbagai kebiasaan yang berlaku di masyarakat ketika anak dilahirkan, maka orang tua memilihkan nama untuk anaknya. Nama yang diberikan kepada anak sangat berpengaruh terhadap mentalnya. Anak dipanggil sesuai dengan namanya, nama yang baik akan menimbulkan kebanggaan dan menjadi motivasi bagi anak, demikian sebaliknya nama yang jelek kemungkinan besar akan menimbulkan rendah diri (minder), teman-teman sepermainan mengolok-olok dirinya karena namanya jelek.
5. Aqiqah
Mengaqiqahi anak adalah sunat dan dianjurkan. Oleh karena itu hendaklah orang tua melakukannya, jika memang memungkinkan dan mampu menghidupkan sunnah Rasulullah SAW, sehingga ia menerima keutamaan dan pahala dari sisi Allah SWT, dapat menambah makna kasih sayang, kecintaan dan mempererat tali ikatan sosial di antara kaum kerabat dan keluarga, tetangga dan handai tolan, yaitu ketika menghadiri walimah aqiqah sebagai rasa turut merasakan kegembiraan atas lahir dan hadirnya sang anak.
Tahap selanjutnya dalam pembinaan moral anak adalah memberikan pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan yang cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya. Karena pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan lagi, karena telah masuk menjadi bagian dari pribadinya.
Pembentukan sikap, moral, dan pribadi terjadi melalui pengalaman sejak masa kanak-kanak. Semua pengalaman yang dilalui anak waktu kecilnya, akan merupakan unsur penting dalam pribadinya. Sikap anak terhadap moral, dibentuk pertama kali di rumah melalui pengalaman yang didapatnya dengan orang tuanya, kemudian disempurnakan atau diperbaiki oleh guru di sekolah, terutama guru yang disayanginyaPembentukan sikap, pembinaan moral dan pribadi pada umumnya terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Pendidik/pembina pertama adalah orang tua, kemudian guru.
Latihan-latihan moral terpuji seperti shalat, berdo'a, membaca Al-Qur'an, jujur, sopan, dan sebagainya harus dibiasakan sejak kecil, sehingga lama-kelamaan akan tumbuh rasa senang melakukan perbuatan-perbuatan baik tersebut. Anak dibiasakan sedemikian rupa, sehingga dengan sendirinya ia akan terdorong untuk melakukannya, tanpa suruhan dari luar, tapi dorongan dari dalam. Ingat prinsip dalam agama Islam tidak ada paksaan, tapi ada keharusan pendidikan yang dibebankan kepada orang tua khususnya ibu, dan guru atau orang-orang yang mengerti moral.
Pembiasaan dalam pembinaan moral anak sangat penting, terutama dalam pembentukan pribadi dan moralnya. Karena pembiasaan-pembiasaan itu akan memasukkan unsur-unsur positif dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Semakin banyak pengalaman moral yang didapatnya melalui pembiasaan itu, akan semakin banyaklah unsur moral dalam pribadinya dan semakin mudahlah ia memahami ajaran moral, misalnya anak dibiasakan jujur dan berkata benar, walaupun ia belum mengerti arti yang sesungguhnya dari kata jujur dan benar itu. Kemudian sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan jiwa dan kecerdasannya, barulah diterangkan kepadanya pengertian jujur dan benar itu dan apa pula akibat dan bahaya ketidakjujuran terhadap dirinya dan orang lain.
2. Kedudukan Ibu dalam Pembinaan Moral Anak
Nabi SAW dengan jelas telah mensyariatkan tentang tanggung jawab ibu dalam membina moral anak. Kedudukan ibu dalam pembinaan kehidupan moral anak sangat penting. Karena pembinaan moral anak itu lebih banyak terjadi melalui pengalaman hidup daripada pendidikan formal dan pengajaran, karena nilai-nilai moral yang akan menjadi pengendali dan pengaruh dalam kehidupan manusia itu adalah nilai-nilai yang masuk dan terjalin ke dalam pribadinya. Semakin cepat nilai-nilai itu masuk ke dalam pembinaan pribadi, akan semakin kuat tertanamnya dan semakin besar pengaruhnya dalam pengendalian tingkah laku dan pembentukan sikap pada khususnya.
Pengalaman hidup pada tahun-tahun pertama dari umur sang anak lebih banyak diperolehnya dalam rumah tangga, baik yang dirasakannya langsung dari perlakuan ibunya, maupun dari suasana hubungan antara ibu-bapak dan saudara-saudaranya. Pengalaman hidup di rumah itu, merupakan pendidikan yang terjadi secara tidak formal dan sengaja, tapi ia merupakan dasar dari pembinaan pribadi secara keseluruhan, termasuk moral
Jika kembali pada kedudukan ibu dalam pembinaan moral, akan tampaklah bahwa ibu mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena ibu masuk ke dalam segala segi kehidupan anak. Sebagai seorang ibu tentunya mempunyai fungsi sebagai pembina pertama bagi pribadi anak-anaknya, pendidikan dan perlakuannya menentukan kesehatan jiwa anaknya di kemudian hari, kehidupan keluarga yang tercermin dalam hubungan suami istri dan sikap mental serta kehidupan moral sang ibu merupakan contoh teladan yang akan menjadi bahan yang diserap oleh anak dalam pribadinya nanti.
Kalau demikian halnya, maka seorang ibu harus dipersiapkan secara matang sebelum menjadi istri dan ibu. Karena hari depan dari anak-anak yang akan dilahirkannya nanti banyak tergantung kepadanya. Akan tetapi dalam kenyataan hidup, sekolah atau kursus untuk persiapan menjadi istri dan ibu itu belum ada, maka terjadilah apa yang terjadi sekarang yaitu wanita dianggap otomatis mampu menjadi istri dan ibu yang baik tanpa persyaratan.
Apabila ibu lalai terhadap tanggung jawabnya dalam membina moral anak, maka pembinaan moral anak akan banyak tergantung pada keadaan di luar keluarga, di sekolah dan masyarakat lingkungan. Jika guru di sekolah memberikan pembinaan yang baik serta mampu memperbaiki apa yang diterima anak di rumah, maka anak akan tertolong. Tetapi kalau guru-guru di sekolah hanya sebagai pengajar yang memberikan pengetahuan kepada sang anak, tetapi tidak melaksanakan fungsi mendidik, maka ilmu sang anak akan bertambah, tapi pembinaan pribadinya tetap terlupakan. Akan tergantunglah ia ketika itu pada keadaan masyarakat luar dengan segala aspeknya.
Kedudukan ibu dalam pembinaan moral anak secara umum, sangatlah penting, maka untuk menunaikan tugas dan fungsi-fungsinya yang sangat penting itu, ibu perlu dipersiapkan dengan baik melalui berbagai cara, baik pendidikan formal maupun nonformal.
3. Peran Ibu Dalam Penerapan Konsep Pembinaan Moral Anak
Ibu sebagai pendidik dalam keluarga harus dapat membina moral anak-anaknya agar terbentuk budi pekerti luhur dan mampu berinteraksi dengan lingkungannya, seperti tolong-menolong, bersama-sama menjaga kebersihan rumah, menjaga kesehatan dan ketentraman rumah tangga dan sejenisnya.
Nabi Muhammad SAW memberikan pelajaran bagaimana besar pengaruh orang tua khususnya ibu dalam menentukan masa depan seorang anak. Apabila seorang anak tumbuh dan berkembang di tengah-tengah keluarga muslim, besar kemungkinan anak tersebut akan ikut menjadi seorang muslim. Akan tetapi sebaliknya, apabila anak itu dibesarkan di lingkungan keluarga non muslim, maka anak akan cenderung pula untuk mengikuti kepercayaan yang dianut oleh lingkungannya. Oleh karena itulah ibu harus benar-benar mampu berperan aktif dalam membina moral anak-anaknya.
Agar ibu dapat memainkan peran tersebut, ibu harus dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan, sehingga diperlukan pembinaan. Hal ini dapat dicapai melalui pendidikan kemasyarakatan terutama pendidikan orang dewasa dan pendidikan wanita, misalnya pengajian ibu-ibu, majlis ta'lim, organisasi wanita (PKK).
Sang ibu dalam pembinaan moral anak mempunyai peran yang sangat penting, yaitu:
1. Sebagai informator
Dalam peran sebagai informator, maka ibu sebagai penanggung jawab pendidikan moral anak harus mampu menjadi sumber informasi bagi anak-anaknya, sewaktu-waktu anak bertanya tentang sesuatu hal, ibu dapat memberikan pengertian dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh anak.
Ayat (Q. S, 16: 25) mengajarkan kepada ibu agar menyeru atau mengajak anak-anak pada jalan yang baik (jalan Allah) dengan cara-cara hikmah (nasehat) dan memberi pelajaran yang baik. Pelajaran yang baik di sini adalah pengetahuan yang diajarkan oleh ibu kepada anak-anak mereka. Dengan demikian ibu harus mampu menjadi sumber informasi bagi anak-anak.
2. Sebagai organisator
Ayat (Q.S, 4: 59) memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk taat kepada Allah, taat kepada rasul, dan taat kepada pemimpin. Ibu adalah pemimpin dan pembina bagi moral anak-anak dalam lingkungan keluarga. Ibu sebagai pemimpin dan pembina harus mampu mengelola segala kegiatan di lingkungan keluarga, sebagaimana pendapat Husain Mazhahiri (2001: 295): "Roda kehidupan rumah tangga harus berputar sesuai dengan tugasnya masing-masing. Pria harus bekerja di luar rumah sedangkan wanita melakukan pekerjaannya dalam rumah." Segala komponen yang berkaitan dan dapat menjadi pendorong pembelajaran dan pengembangan moral anak harus diorganisasikan sedemikian rupa sehingga dapat mencapai tujuan dalam pembinaan moral.
3. Sebagai direktor/pengarah
Ibu harus memberikan pendidikan dan menanamkan akhlak yang baik pada diri anak, agar anak tidak berperilaku durhaka baik kepada orang tua maupun kepada Allah SWT. Untuk dapat melakukan pendidikan dan menanamkan akhlak luhur, jiwa kepemimpinan seorang ibu sebagai direktor/pengarah harus lebih menonjol. Ibu dalam hal ini harus membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar sehari-hari anak agar sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. Dalam hal ini orang tua harus TUT WURI HANDAYANI, yaitu menjadi tokoh yang mampu berperan di balik layar dan mendorong dari belakang dalam membina moral anak.
4. Sebagai inisiator
Orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai dengan prinsip eksplorasi yang mereka miliki. Dengan demikian ketaatan kepada ajaran agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka, yang mereka pelajari dari para orang tua maupun guru mereka. Bagi mereka sangat mudah untuk menerima ajaran dari orang dewasa walaupun belum mereka sadari sepenuhnya manfaat ajaran tersebut. (Djalaludin, 2001: 70)
Ibu harus mampu menjadi ING NGARSO SUNG TULODO, yaitu sebagai pencetus ide-ide dalam proses pembinaan moral anak. Ide-ide itu harus kreatif dan dapat dicontoh oleh anak-anaknya.
5. Sebagai fasilitator
Berperan sebagai fasilitator, ibu harus mampu memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses pembinaan moral anak, misalnya dengan menciptakan suasana keluarga yang sesuai dengan perkembangan anak, sehingga interaksi yang terjadi akan berlangsung baik. Hal ini berkaitan dengan pedoman ING MADYO MBANGUN KARSO, yaitu orang yang mampu menjadi penggerak dalam memberikan fasilitas bagi anak-anak dalam belajar moral. Perlu diingat bahwa anak-anak sampai umur 12 tahun, belum mampu berpikir abstrak (maknawi), oleh karena itu pendidikan harus diberikan dalam jangkauannya, yaitu dalam kehidupan nyata. Di sinilah letak pentingnya pembiasaan dalam pendidikan. (Daradjat, 2001: 61)
6. Sebagai mediator
Ayat (Q. S, 20: 132) memerintahkan kepada ibu untuk menyuruh anak-anaknya mendirikan shalat. Dalam memberikan perintah ini, ibu harus mampu bertindak sebagai mediator, yaitu sebagai penengah dalam pembelajaran moral anak, memberikan jalan keluar bagi kesulitan dan kemacetan pembelajaran anak.
Seorang ibu harus mampu memberikan pengalaman-pengalaman yang bersifat praktek kepada anak, misalnya anak bertanya tentang cara menggunakan mukena atau kain sarung untuk shalat, maka ibu harus mengetahui bagaimana cara memakai media dan mengorganisasikan penggunaan media yang diperlukan untuk mengajarkannya, misalnya sarana wudlu, peralatan shalat, dan sebagainya.
7. Sebagai evaluator
Peran terakhir ibu sebagai evaluator, yaitu ibu melakukan penilaian terhadap perkembangan pembinaan moral anak. Peran ini sangat penting, karena berhasil tidaknya ibu memberikan pembinaan moral bagi anak tergantung pada evaluasi yang dilakukan. Untuk itu harus hati-hati dalam mengevaluasi kegiatan dan hasil dari pembinaan moral di lingkungan keluarga. Dalam hal ini tidak cukup hanya dilihat dari bisa atau tidaknya melakukan suatu ajaran yang diberikan, tetapi masih perlu adanya pertimbangan-pertimbangan yang kompleks, terutama yang menyangkut perilaku dan nilai-nilai yang terkandung pada masing-masing perilaku tersebut
H. Simpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Konsep-konsep pembinaan moral anak dimulai dengan menanamkan keimanan kepada Allah SWT dengan cara mengerjakan ajaran Islam yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu: adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri anak, menggosokkan madu di tenggorokan anak setelah dilahirkan, mencukur rambut kepala anak, pemberian nama yang baik, dan aqiqah. Tahap selanjutnya dalam pembinaan moral anak adalah dengan pembiasaan, latihan, dan teladan yang tepat dan sesuai dengan perkembangan jiwanya. Pembinaan moral anak hendaknya memperhatikan pula metode yang tepat, diantaranya adalah metode pemahaman A-Qur'an dan metode persuasif.
2. Kedudukan ibu dalam pembinaan moral anak ialah mempunyai fungsi sebagai pembina pertama bagi pribadi anak-anaknya, pendidikan dan perlakuannya menentukan kesehatan jiwa anaknya di kemudian hari. Karena nilai-nilai moral yang akan menjadi pengendali dan pengaruh dalam kehidupan manusia itu adalah nilai-nilai yang masuk dan terjalin ke dalam pribadinya.
3. Peran ibu dalam menerapkan konsep pembinaan moral anak meliputi: peran sebagai informator, peran sebagai organisator, peran sebagai pengarah/direktor, peran sebagai inisiator, peran sebagai fasilitator, peran sebagai mediator, dan peran sebagai evaluator.
I. Saran
1. Para ibu hendaknya membina moral anak-anaknya sejak anak dilahirkan, yaitu menanamkan dasar-dasar keimanan dengan cara melakukan syariat Islam yang bersifat mendidik, seperti adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri anak, menggosokkan madu di tenggorokan anak setelah dilahirkan, mencukur rambut kepala anak, pemberian nama yang baik, dan aqiqah.
2. Para ibu hendaknya menyadari bahwa kedudukannya sangat penting dan utama dalam pembinaan moral anak. Oleh karena itu, ibu harus selalu meningkatkan pengetahuan dan pengalamannya yang mendukung pembinaan moral anak.
3. Para ibu juga harus mengetahui, memahami, menghayati, dan melaksanakan perannya dalam pembinaan moral anak, diantaranya peran sebagai informator, organisator, direktor, inisiator, fasilitator, mediator, dan evaluator.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an al-Karim
'Abdul Baqi, Muhammad Fuad. 1996. Al-Lu'lu' Wal Marjan Juz 2,Terj. Salim Bahreisy, Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Amin, Ahmad. 1993. Etika: Ilmi Akhlak, Jakarta: Bulan Bintang.
Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers.
Barus. 2005. Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar 5, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
Bukhori, Imam. 1992. Shohih Bukhori (Terj), Jakarta: Widjaja.
Daradjat, Zakiah. 2005. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang.
Depdikbud RI. t-th. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Djalaludin. 2001. Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Djatnika, Rachmat. 1996. Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia), Jakarta: Pustaka Panjimas.
Fernanda, Desi. 2003. Etika Organisasi Pemerintah, Jakarta: Lembaga Administrasi Negara (LAN).
Gulen, Fathullah. 2002. Versi Terdalam Kehidupan Rasul Allah Muhammad SAW, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hadi, Amirul. 1998. Metodologi Penelitian, Bandung: Pustaka Setia.
Ihsan, Fuad. 1993. Dasar-Dasar Kependidikan,Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Mahali, A. Mudjab. 2002. Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur'an, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mazhahiri, Husain. 2001. Pintar Mendidik Anak: Panduan Lengkap Bagi Orang Tua, Guru, dan Masyarakat Berdasarkan Ajaran Islam, Jakarta: PT. Lentera Basritama.
Nashih Ulwan, Abdullah. 1993. Tarbiyatul Aulad fil Islami, Terj. Saifullah Kamalie. Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Semarang: Asy-Syifa.
Noer Aly, Hery. 1999. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Rasjid, Sulaiman. 2003. Fiqh Islam, Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo.
Razak, Nasruddin. 1993. Dienul Islam, Bandung: PT. Alma'arif.
Sudjana, Nana. 2000. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Suryabrata, Sumadi. 1987. Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Syaikh Shaleh bin Fauzan bin Abdillah al-Fauzan. 2002. Tanbihat 'ala Ahkami Takhtashshu bil Mu'minat, Terj. Rahmat al Arifin Muhammad bin Ma'ruf: Sentuhan Nilai Kefikihan Untuk Wanita Beriman, Jakarta: Megatama Sofwa Pressindo.
Thalib, M. 1996. Pedoman Mendidik Anak Menjadi Shalih, Bandung: Irsyad Baitus Salam.
No comments:
Post a Comment