MADRASAH DAN
GLOBALISASI
A.
Pendahuluan
Pendidikan Islam di Indonesia merupakan peradaban Islam
dan sekaligus aset bagi pembangunan pendidikan nasional. Sebagai warisan, pendidikan
Islam merupakan amanat sejarah untuk
dipelihara dan dikembangkan oleh umat Islam dari masa ke masa, sedangkan
sebagai aset pendidikan Islam yang tersebar di berbagai wilayah ini membuka
kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk menata dan
mengelolanya, sesuai dengan pendidikan nasional. Mendiskusikan masalah pendidikan
Islam di Indonesia secara garis besar terbagi ke dalam dua tingkatan: makro dan
mikro. Pada level pertama, pendidikan Islam bersentuhan dengan sistem
pendidikan nasional dan faktor-faktor eksternal lain, sedangkan pada level kedua,
pendidikan Islam dihadapkan pada tuntutan akan proses pendidikan yang efektif
sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Berbagai
persoalan dari kedua level di atas pada prinsipnya mendorong adanya perubahan
arah pendidikan Islam mengingat tantangan kontemporer dan tantangan masa depan
yang berbeda dengan tantangan masa lalu.
Posisi
pendidikan Islam dalam pendidikan nasional menurut Rahim (2002:422) pada dasarnya diidentifikasikan sedikitnya dalam tiga pengertian, Pertama, pendidikan Islam adalah
lembaga-lembaga pendidikan keagamaan
seperti pesantren, pengajian, dan madrasah diniyah. Kedua, pendidikan Islam adalah muatan atau materi pendidikan agama
Islam dalam kurikulum pendidikan nasional, dan yang ketiga pendidikan Islam merupakan ciri khas dari lembaga pendidikan
yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama dalam bentuk madrasah, dan oleh organisasi dan
yayasan keagamaan dalam bentuk madrasah-madrasah Islam.
Pendidikan
di pesantren/madrasah sebenarnya tidak terlepas dari tujuan
umum pendidikan nasional sebagaimana terdapat dalam pasal 4 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, yakni ”Pendidikan nasional bertujuan
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiriserta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”
Tujuan ini mengindikasikan bahwa pendidikan semestinya tidak hanya
menghasilkan peserta didik yang memiliki
ketakwaan yang berorientasi pada akhirat tetapi juga memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang berorientasi keduniaan atau dengan kata lain pesantren atau
madrasah hendaknya berfungsi sebagai sarana pewarisan nilai-nilai Islam sekaligus ilmu
pengetahuan dan keterampilan.
Dalam
era globalisasi sekarang ini pendidikan merupakan hal nyata yang sangat
diperlukan. Semua sektor kehidupan sangat mengandalkan manusia-manusia yang
memiliki pengetahuan yang tinggi, dan salah satu hal konkret untuk mencapai
pengetahuan tersebut yaitu melalui pendidikan (Harun,
1990:93). Bidang pendidikan merupakan
salah satu andalan untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang dibutuhkan
untuk menghadapi tantangan zaman. Persiapan tersebut dapat dimulai dari
pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
Peranan
pendidikan dalam mempersiapkan sumber daya manusia dalam menghadapi era
globalisasi tidaklah mudah. Pendidikan selalu menghadapi tantangan yang berat
dalam proses pelaksanaannya. Masalah mutu adalah salah satu tantangan terbesar
dalam bidang pendidikan. Mendidik anak mulai dari nol sampai memperoleh pengetahuan yang
bermutu kemudian mempertahankan mutu tersebut sangatlah sulit. Dengan demikian
diperlukan perhatian yang intensif dalam pelaksanaan proses pendidikan
tersebut.
Indonesia
sebagai negara sedang berkembang masih belum siap untuk menghadapi persaingan
global tersebut diatas, terutama dalam hal mutu sumber daya manusia sehingga
menuntut kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan peningkatan kualitas SDM
ini di masa mendatang. Tuntutan ini merupakan beban yang sangat berat, apalagi
dimasa keadaan sekarang ini dimana Indonesia dalam keadaan krisis ekonomi dan
krisis moneter yang nyaris mengakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa, sehingga
pemerintah belum konsentrasi k earah SDM tersebut.
Dalam
situasi seperti ini salah satu pertanyaan pokok yang dihadapi dalam bidang pendidikan
adalah kemampuan madrasah-madrasah memberikan pendidikan
kepada anak-anak wawasan serta kesadaran global yang baik di samping wawasan serta kesadaran
nasional.
B.
Pembahasan
1.
Globalisasi dan Pendidikan
Globalisasi sering diartikan dengan hampir
tidak ada batas negara atau sering juga disebut dengan era informasi, era
keterbukaan, era liberalisasi, pasar bebas, kompetisi dan era kerjasama
regional maupun global . Era atau masa seperti ini tidak bisa dihindari tetapi
harus dihadapi dengan segala perkembangannya (Rahim,
2001:129). Dimana
saling ketergantungan antar bangsa semakin besar begitu pula persaingan makin
lama makin meluas. Salah satu konsekuensi dari kenyataan ini adalah keharusan mengenal masyarakat dunia dengan
cukup baik sehingga tidak ditinggalkan maupun dirugikan oleh bangsa lain (Buchori,
1995:143).
Dalam
kaitan era globalisasi, H.A.R. Tilaar (2002:2) mengidentifikasi beberapa ciri
utamanya, di antaranya: 1) Dunia tanpa-batas (borderless
world); 2) Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan aplikasinya dalam kehidupan
manusia; 3) Kesadaran terhadap hal dan kewajiban asasi manusia (human rights
and obligations); 4) Mega-competition society (kerjasama dan
kompetisi antar bangsa). Rahim (2001:129) menambahkan tanda-tanda era
globalisasi di antaranya: 1) kompetitif, yaitu bersaing (kompetisi) baik
antar individu, negara ataupun usaha yang semakin tajam; 2) perdagangan bebas, yaitu dimana
akan berhadapan keunggulan produk masing-masing negara yang bebas berkeliaran
di Indonesia maupun sebaliknya; 3) keterbukaan; 4) demokrasi; 4) hak asasi manusia; 5) hak atas kekayaan intelektual; serta 6) masalah lingkungan hidup.
Tantangan-tantangan teknologi informasi yang baru harus
dihadapi bukan dengan optimisme yang berlebihan apalagi dengan pesimisme tetapi
haruslah dihadapi dengan segala pertimbangan (Sardar,
1998:18). Hal ini mengingatkan bahwa
perkembangan era globalisasi dengan kemajuan teknologi informasi dapat berdampak
positif maupun negatif. Adapun dampak positif dari globalisasi antara lain
terbuka peluang dan tantangan baru yang dapat menyebabkan terjadi
mega-kompetisi yang memberikan peluang besar kepada siapa saja yang
berprestasi. Dimana dengan kompetisi ini,
maka mengejar kualitas dan keunggulan merupakan suatu syarat mutlak yang
berarti bahwa masyarakat akan memberikan penghargaan kepada kualitas dan
keunggulan pribadi yang dapat berprestasi, sedangkan dampak negatif dari
globalisasi adalah bahwa globalisasi
dapat mengancam budaya bangsa (Tilaar, 2002: 3-4). Hal ini berarti bisa
membahayakan budaya lokal karena menyebabkan kelunturan identitas bangsa. Seyogyanya
globalisasi dapat memperkuat budaya lokal dan dengan demikian mempertahankan
identitas bangsa yaitu bangsa yang berwawasan budaya nusantara.
Madrasah dan pesantren sebagai lembaga pendidikan bukan hanya
tempat memberi dan menerima ilmu tetapi dapat memungkinkan terjadi sosialisasi
nilai-nilai baru seperti profesionalisme, kejujuran, integritas, kesamaan,
kebebasan, peradaban sebagai penopang utama budaya unggul.
Keberhasilan dalam membangun pendidikan akan memberikan kontribusi besar
pada pencapaian tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan. Hal ini
dikarenakan dalam perspektif sosial, pendidikan melahirkan insan-insan
terpelajar yang mempunyai peranan penting dalam proses perubahan sosial di masyarakat, sedangkan dalam persfektif budaya,
pendidikan merupakan wahana yang efektif untuk menanamkan norma, mensosialisasikan
nilai dan menanamkan etos kerja di kalangan warga masyarakat.
Perspektif ekonomi memandang bahwa pendidikan yang menghasilkan
manusia-manusia handal akan mampu melahirkan lulusan-lulusan berkualitas yang
memiliki kemampuan kewirausahaan, yang menjadi salah satu pilar utama aktivitas
perekonomian nasional. Bahkan peran pendidikan menjadi sangat penting dan
strategis untuk meningkatkan daya saing nasional dan membangun kemandirian bangsa yang menjadi
prasyarat mutlak dalam memasuki persaingan antar bangsa di era global.
Pada
era globalisasi, berbagai bangsa di dunia telah mengembangkan knowledge-based economy (KBE), yang
mensyaratkan dukungan manusia berkualitas. Pendidikan mutlak diperlukan untuk menopang pengembangan ekonomi
berbasis pengetahuan atau education for
the knowledge economy (EKE). Dalam konteks ini, lembaga pendidikan harus
pula berfungsi sebagai pusat studi dan pengembangan yang menghasilkan produk-produk riset
unggulan yang mendukung KBE. Ketersediaan manusia berkualitas yang menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi sangat menentukan kemampuan bangsa dalam memasuki
kompetensi global dan ekonomi pasar bebas, yang menuntut daya saing. Pendidikan
diharapkan dapat mengantarkan bangsa Indonesia meraih keunggulan dalam
persaingan global.
Proses
pendidikan tidak hanya sekedar mempersiapkan anak bangsa untuk hidup dalam
masyarakat saat ini saja, tetapi siswa juga harus disiapkan untuk hidup
di masyarakat yang akan datang yang
semakin lama semakin sulit diprediksi karakteristiknya.
Agar
pendidikan mampu melahirkan anak bangsa yang tangguh dan bermartabat, maka
kebijakan pendidikan harus diarahkan
pada penekanan akan urgensi anak-anak bangsa untuk menjadi
insan cerdas komprehensif yang meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan
spiritual, kecerdasan emosional dan sosial, dan kecerdasan kinestetis.
Kecerdasan intelektual berarti sanggup beraktualisasi diri melalui kemampuan
intelektualnya untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berarti juga aktualisasi insan intelektual yang
kritis dan kreatif.
Kecerdasan
spiritual, terkait dengan kemampuan beraktualisasi diri melalui penumbuhan dan
penguatan keimanan, ketakwaan dan ahklak mulia termasuk budi pekerti luhur dan
kepribadian unggul. Kecerdasan emosional dan sosial berkaitan dengan kemampuan
beraktualisasi diri untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiasi terhadap
kehalusan seni dan budaya, serta kompetensi untuk mengekspresikannya, sedangkan kecerdasan kinestetis
mengandung arti mampu beraktualisasi diri melalui pengembangan kemampuan
jasmani (olahraga) untuk mewujudkan insan yang sehat, bugar, berdaya tahan,
sigap, dan terampil (Ali, 2009:281-286).
Untuk
itulah lembaga pendidikan termasuk madrasah dan pesantren
hendaknya mengantisipasi segala
perkembangan dan kemajuan tersebut termasuk menyiapkan siswa sehingga perkembangan teknologi
informasi akan lebih banyak berdampak positif daripada negatifnya. Usaha peningkatan mutu madrasah
sebagai sekolah umum yang berciri khas Islam
merupakan tuntutan yang makin mendesak dan tidak dapat dihindari di era
globalisasi dengan segala karakteristiknya. Tuntutan madrasah untuk dapat
meluluskan siswanya yang memiliki kemampuan bersaing serta berkualitas dengan
ketangguhan iman dan taqwanya dalam menghadapi persaingan adalah sebuah
keharusan yang harus dihadapi (Rahim, 2001:129).
2.
Madrasah dan Pendidikan Nasional
a.
Peranan Madrasah dalam Pendidikan
Nasional
Madrasah dalam wacana kehidupan manusia
Indonesia merupakan fenomena budaya yang telah berusia satu abad lebih. Bukan
suatu hal yang berlebihan jika madrasah telah menjadi salah satu wujud identitas budaya Indonesia yang
dengan sendirinya menjalani proses sosialisasi yang relatif intensif.
Indikasinya adalah kenyataan bahwa wujud identitas kepustakaan mencatat
perubahan-perubahan pemikiran Islam terjadi di wilayah nusantara. Hal ini seiring
dengan makin kuatnya ”intelectual webs” (jaringan intelektual) di kalangan umat Islam (Fadjar, 1998:114-115).
Madrasah sebagai salah satu lembaga
pendidikan Islam memiliki perjalanan sejarah tersendiri, yang tumbuh dan
berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan penyebaran Islam. Bukanlah suatu
kebetulan jika lima ayat pertama yang diwahyukan Allah kepada Muhammad dalam
surat al-‘Alaq, dimulai dengan
perintah membaca iqra’. Di samping itu pesan-pesan al-Qur’an dalam hubungannya dengan pendidikan
pun dapat dijumpai dalam berbagai ayat dan surat dengan aneka ungkapan
pernyataan, pertanyaan dan kisah. Lebih khusus lagi, kata ilm dan derivasinya digunakan paling dominan dalam al-Qur’an untuk
menunjukkan perhatian Islam yang luar biasa terhadap pendidikan.
Peradaban Islam sejak awal telah menunjukkan
prestasi yang sangat berarti dalam
bidang keilmuan dan pendidikan. Bahkan pada masa permulaan penyiaran Islam, Muhammad sendiri menggunakan
pendekatan pendidikan, bukan pemaksaan untuk mengajarkan agama Islam pada lingkaran
khusus di Darul Arqam. Besarnya perhatian Muhammad
terhadap pendidikan juga terlihat ketika ia memutuskan pembebasan tahanan
perang non-muslim dengan syarat yang bersangkutan terlebih dahulu mengajarkan
tulis baca kepada orang-orang muslim yang masih buta huruf.
Dalam perkembangannya kemudian, masjid yang
pada dasarnya berfungsi sebagai tempat ibadah, justru menjadi tempat pendidikan
yang menonjol pada dua abad pertama sejarah peradaban Islam, dimana tradisi ini
terus berlanjut dan berkembang khususnya pada masa keemasan peradaban Islam
dengan pendirian lembaga-lembaga pendidikan yang bervariasi, sampai dengan
madrasah. Lembaga-lembaga tersebut diakui oleh banyak kalangan sebagai lembaga pendidikan Islam
yang memberikan sumbangan penting bagi perkembangan tradisi college dan universitas modern di Barat (Rahim,
2002:422-423).
Dari aspek bahasa, istilah madrasah merupakan
isim makan ’nama tempat’, berasal dari kata darrasa yang bermakna tempat orang belajar (Farid Wajdi, 1986:211). Dari pengertian bahasa ini,
kemudian berkembang menjadi sebagai lembaga pendidikan yang bernuansa agama Islam.
Kehadiran madrasah di Indonesia sebagai lembaga
pendidikan Islam, setidak-tidaknya dilatarbelakangi oleh beberapa aspek, di antaranya :
1) sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam,
2) usaha untuk penyempurnaan terhadap sistem
pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan lulusannya
memperoleh kesempatan yang sama dengan madrasah umum,
3) sebagai bentuk realisasi sikap mental
segolongan umat Islam, khususnya santri yang terpaku pada pendidikan barat sebagai sistem pendidikan
mereka, dan
4) sebagai jembatan antara pendidikan tradisional
dengan pendidikan modern.
Sebagai lembaga pendidikan, madrasah di
Indonesia memiliki karakteristik (keunikan) tersendiri, yaitu: Pertama, jumlah terbesar madrasah adalah
milik swasta. Kedua, lokasi madrasah yang kebanyakan
berada di pinggiran, pedesaan, dan daerah terpencil. Keadaan ini
sesuai dengan akar sejarah madrasah yang
lahir dari inisiatif masyarakat sebagai tempat ketidakmampuan mereka
mengirimkan anak-anaknya ke sekolah yang jauh letaknya dan terkadang
mahal bayarannya. Selain itu karena faktor ekonomi yang mengharuskan anak-anak
membantu orang tua mencari nafkah dan madrasah memberi alternatif masuk
sore. Ketiga, keunikan lainnya adalah adanya keanekaragaman madrasah baik dari jenis
pendidikan, penyebaran maupun kualitasnya. Keempat,
karakteristik lain yang ada pada madrasah secara formal adalah kurikulum agama
yang lebih banyak dibanding dengan pelajaran agama di sekolah.
Terkait dengan problem yang dihadapi madrasah
sebagai lembaga pendidikan agama terdapat beberapa problem madrasah yang
sesungguhnya juga problem yang dihadapi pada umumnya pendidikan di Indonesia.
Beberapa problem itu di antaranya :
1) Keterbatasan sarana dan prasarana penunjang
kegiatan pendidikan,
2) Kualitas guru madrasah masih
memprihatinkan, terutama profesionalitasnya,
3) Kesejahteran guru madrasah masih rendah,
4) Prestasi siswa madrasah masih
rendah,
5) Pemeratan kesempatan pendidikan, terutama pada
madrasah yang memiliki kualitas masih kurang,
6) Relevansi pendidikan dengan kebutuhan masih rendah, dan
7) Biaya pendidikan.
Selain itu
terdapat beberapa problem lain yang dihadapi madrasah antara lain:
1) Madrasah telah kehilangan akar
sejarahnya, hal ini dimaksudkan bahwa keberadan madrasah bukan merupakan
kelanjutan pesantren, meskipun diakui bahwa pesantren merupakan bentuk lembaga
pendidikan Islam pertama di Indonesia
2) Terdapat dualisme pemaknaan
terhadap madrasah. Di satu sisi, madrasah diidentikkan dengan sekolah karena memiliki muatan secara kurikulum yang
relatif sama dengan sekolah umum, di sisi lain madrasah dianggap sebagai
pesantren dengan sistem klasikal yang kemudian dikenal dengan madrasah diniyah.
Pada bagian lain muncul pula
permasalahan di dalam madrasah antara lain:
1) Muatan materi pendidikan agama berkurang.
2) Tamatan (output) madrasah
serba tanggung. Pengetahuan agamanya tidak mendalam, sedangkan
pengetahuan umumnya juga rendah.
Jika memperhatikan beberapa problem
(permasalahan) yang dihadapi madrasah sebagai lembaga pendidikan tampaknya
masih jauh dari harapan masyarakat sebagai lembaga pendidikan alternatif dalam
memberikan kecerdasan pengetahuan, keterampilan dan sekaligus memiliki tingkat
keimanan dan ketakwaan yang mendalam serta memiliki keluhuran akhlak sehingga
siswa tangguh dalam menghadapi tantangan kehidupan di era globalisasi.
Diakui, bahwa sistem pendidikan madrasah
masih banyak memiliki kelemahan-kelemahan antara lain:
1) Mementingkan materi daripada metodologi;
2) Mementingkan memori daripada analisis dan dialog;
3) Mementingkan penguatan pada ’otak kiri’ daripada ’otak kanan’;
4) Materi agama yang diberikan masih
bersifat ’tradisional’ belum menyentuh aspek rasional;
5) Penekanan yang berlebihan pada
ilmu sebagai produk final bukan pada proses metodologinya; dan
6) Terlalu berorientasi ’memiliki’ daripada ’menjadi’ (Mastuhi,
1999:59)
Dalam pendidikan nasional, lembaga pendidikan
madrasah diakui dalam jalur pendidikan. Hal ini sangat berarti dalam
menghapus kesenjangan antara lembaga pendidikan madrasah dengan lembaga
pendidikan sekolah sebagaimana terjadi pada masa-masa
lalu. Dengan keadaan ini, pendidikan madrasah menggunakan kurikulum yang sama
dengan kurikulum sekolah yang berarti lulusan madrasah memiliki hak
dan kesempatan yang sama dengan lulusan madrasah. Persamaan status ini tidak
berati menghilangkan identitas dan watak keislaman dari lembaga pendidikan
madrasah karena ia tetap mengembangkan kekuatan dan ciri keagamaannya dengan
ketentuan dalam sistem pendidikan nasional (Mastuhu,
199: 427-428).
Terdapat
beberapa usulan yang dinilai perlu dilakukan dalam pengembangan madrasah
menghadapi era globalisasi, yaitu: pertama merumuskan gambaran tentang visi
madrasah dalam era globalisasi. Kedua,
perlu peningkatan kualitas guru. Untuk mendukung visi madrasah plus diperlukan
dukungan sumber daya manusi yang handal, terutama kualitas gurunya. Diakui
bahwa guru madrasah sebagian masih ada yang mengajar tidak sesuai dengan
pendidikan yang diterimanya; bahkan masih belum sesuai dengan tuntutan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kualitas guru madrasah yang
rendah dapat dilihat pula pada beberapa aspek, yaitu : 1) Tidak menguasai
terhadap subject matter dengan baik;
2) Kurang menguasai metodologi pengajaran yang efektif; 3) Kurang menguasai alat dan bahan pembelajaran;
dan 4) Aspek guru madrasah yang ada berlatar belakang pendidikan agama dan
sisanya yang sedikit guru berlatar belakang umum. Ketiga, diperlukan review terhadap kurikulum yang mengarah pada perubahan tuntutan
masyarakat global dengan mempertahankan kearifan lokal. Kurikulum madrasah
perlu memuat kurikulum lokal, nasional, dan internasional. Dalam kaitan ini
diperlukan penguatan pembelajaran sains dan pengembangan vocational skills yang berbasis teknologi. Keempat, diperlukan madrasah yang memiliki kelas internasional dan
madrasah internasional sebagai model madrasah masa depan dengan tetap
mempertahankan kekhasan madrasah. Kelima,
dukungan sarana dan prasarana yang memungkinkan peserta didik dapat berkembang
secara optimal tidak bisa diabaikan dalam mendukung kegiatan madrasah yang
lebih kompetitif, seperti dukungan laboratorium, multi media, dan sarana
praktikum. Keenam, perlu jaminan mutu
pendidikan. Madrasah perlu mengembangkan standar kinerja pendidikan yang
memebuhi tuntutan keunggulan kompetitif dan komperatif dalam konteks nasional
bahkan internasional. Ketujuh, perlu
pengembangan pembelajaran yang berpusat pada siswa atau student center learning, sehingga siswa madrasah memiliki
kemauan inisiatif dan kompetitif yang pada gilirannya mereka bisa bersaing. Kedelapan, profesionalisme kepala madrasah perlu mendapat perhatian yang
serius. Sebagai seorang pemimpin pendidikan pada tingkat madrasah memiliki
peranan yang sangat strategis terutama dalam mewujudkan visi dan misinya. Pada
sisi lain, kewenangan yang otonom pada dirinya sangat memerlukan kemampuan
manajerial. Kesembilan, perlu
pendanaan pendidikan madrasah yang wajar, sebagaimana halnya pendidikan umum. Kesepuluh, perlu optimalisasi peran
masyarakat dalam meningkatkan mutu madrasah (Rahim,
2001:129).
b.
Kinerja Madrasah
Kinerja madrasah atau yang lebih jelasnya
adalah manajemen yang diartikan sebagai administrasi, dan pengelolaan bahkan di berbagai literatur dalam fungsi
pokoknya seringkali keduanya (manajemen dan administrasi) mempunyai fungsi yang
sama. Manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses
kerjasama yang sistematik, sistemik dan komperhensif dalam rangka mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Istilah manajemen mempunyai arti
yang sama dengan pengelolaan. Jika tidak ada manajemen maka tidak mungkin
tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif dan efisien (Mulyasa,
2009:24).
Adapun fungsi pokok dari manajemen atau
pengelolan antara lain:
1) Perencanaan, yaitu proses yang
sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan
datang.
2) Implementasi atau pelaksanaan, yaitu kegiatan untuk
merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan
secara efektif dan efisien.
3) Pengawasan, yaitu upaya mengamati
secara sistematis dan berkesinambungan.
4) Pembiayaan, yaitu rangkaian upaya
pengendalian secara profesional semua unsur organisasi agar berfungsi
sebagaimana mestinya.
Dengan keberadaan manajemen madrasah diharapkan
memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan mutu pendidikan, dimana
dalam manajemen madrasah dikenal istilah sentralisasi dan desentralisasi.
Sentralisasi berarti terpusat artinya pendidikan diatur secara ketat oleh
pemerintah, sedangkan desentralisasi berarti daerah yang
artinya wewenang peraturan diberikan kepada pemerintah daerah setempat (Masyuliantoro , 2010).
c. Karakteristik Manajemen Madrasah
Karakteristik manajemen madrasah dapat diketahui antara lain dari bagaimana
madrasah dapat mengoptimalkan kinerjanya, proses pembelajaran, pengelolaan
sumber belajar, profesionalisme tenaga pendidikan serta sistem administrasi
secara keseluruhan. Manajamen madrasah bertujuan
untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan
efisiensi, antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya
partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu
dapat diperoleh antara lain melalui revitalisasi partisipasi orang tua terhadap
madrasah, fleksibilitas pengelolaan madrasah dan pembelajaran, peningkatan
profesionalisme guru dan kepala madrasah serta pemberlakuan sistem hadiah dan hukuman, peningkatan
pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat
yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.
Manajemen madrasah juga ditujukan untuk mendirikan atau memberdayakan madrasah
melalui pemberian kewenangan, keluesan dan sumber daya untuk meningkatkan mutu madrasah.
Dengan pemberian kesempatan kepala madrasah untuk
mengembangkan kurikulum, guru didorong untuk berinovasi, dengan melakukan
eksperimen-eksperimen di lingkungan madrasah.
Adapun manfaat yang didapat dari manajemen madrasah adalah kebebasan dan kewenangan yang luas pada madrasah,
disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan otonomi yang memberikan tanggung
jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi sesuai dengan
kondisi setempat. Madrasah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru agar
lebih berkonsentrasi pada tugas utamanya mengajar. Keleluasaan dalam mengelola
sumber daya dan partisipasi masyarakat mendorong profesionalisme kepemimpinan
madrasah, baik dalam perannya sebagai manajer maupun
sebagai pemimpin madrasah.
Manajemen madrasah mendorong profesionalisme guru dan kepala madrasah
sebagai pemimpin pendidikan pada garis depan. Melalui pengembangan kurikulum
yang efektif dan fleksibel, rasa tanggap madrasah terhadap kebutuhan setempat
akan meningkat, dan menjamin layanan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan
peserta didik dan masyarakat. Prestasi peserta didik dapat dimaksimalkan
melalui peningkatan partisipasi orang tua karena mereka dapat secara langsung
mengawasi kegiatan belajar anaknya. Adapun karakteristik manajemen madrasah antara lain:
1) Pemberian otonomi luas kepada madrasah
Manajemen madrasah harus memberikan otonomi luas kepada madrasah disertai
seperangkat tanggung jawab untuk mengelola sumber daya dan pengembangan
strategi sesuai dengan posisi setempat. Madrasah diberi kekuasaan dan
kewenangan yang luas untuk mengembangkan kurikulum dan pelajaran sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. Melalui otonomi
yang luas ini madrasah dapat meningkatkan kinerja tenaga pendidikan dan tenaga
kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif mereka.
2) Partisipasi masyarakat dan orang tua tinggi
Orang tua siswa dan masyarakat tidak hanya mendukung
madrasah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite madrasah dan dewan
pendidikan. Bahkan masyarakat dan orang tua dapat menjalin kerjasama
untuk memberikan bantuan, pemikiran, serta menjadi nara sumber pada
berbagai kegiatan peningkatan kualitas pembelajaran di madrasah.
3) Kepemimpinan yang demokratis dan
professional
Kepala madrasah dan guru-guru sebagai faktor utama
penyelenggaraan pendidikan di madrasah merupakan figur yang memiliki kemampuan
dan integritas profesional. Dalam proses pengambilan keputusan, manajemen madrasah menuntut kepala madrasah mengimplementasikannya secara
demokratis sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan yang
diambil beserta pelaksanaannya.
4) Team-work yang kompak dan transparan
Keberhasilan
program-program madrasah tentunya didukung oleh kinerja tim yang kompak
dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan di madrasah.
d. Faktor
pendukung keberhasilan manajemen
madrasah
Implementasi manajemen madrasah sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, baik faktor internal maupun eksternal.
Beberapa faktor pendukung keberhasilan manajemen
madrasah tersebut dalam garis besarnya
mencakup gerakan peningkatan kualitas pendidikan yang dicanangkan oleh pemerintah, sosialisasi
peningkatan kualitas pendidikan, gotong royong dan kekeluargaan, potensi sumber
daya manusia, organisasi formal dan informal, organisasi profesi serta dukungan
dunia usaha dan industri.
1) Sosialisasi
peningkatan kualitas pendidikan
Kementerian Agama terus menerus melakukan
sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan madrasah di berbagai wilayah kerja, baik
dalam pertemuan-pertemuan resmi maupun melalui orientasi dan workshop.
2) Gerakan
peningkatan kualitas pendidikan yang dicanangkan pemerintah
Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus
menerus dilakukan baik secara konvensional maupun inovatif. Hal tersebut
terfokus lagi setelah diamanatkan dalam Undang-Undang Sisdiknas bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa melalui peningkatan kualitas pendidikan pada setiap jenis dan
jenjang pendidikan. Pemerintah telah mencanangkan ”Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan” pada tanggal 2 Mei
2002. Hal ini merupakan momentum yang paling tepat dalam rangka mengantisipasi
dan mempersiapkan siswa memasuki era globalisasi, yang beberapa
indikatornya telah dapat dirasakan sekarang ini, dimana teknologi mampu
menembus batas-batas antar wilayah dan antar negara.
3) Gotong
royong dan kekeluargaan
Gotong royong dan kekeluargaan dapat
menghasilkan dampak positif dalam suatu pekerjaan. Gotong royong dan
kekeluargaan yang membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia masih dapat
dikembangkan dalam mewujudkan tujuan madrasah. Professional, menuju pewujudan visi pendidikan menjadi aksi nyata
di madrasah, kondisi ini dapat ditumbuhkembangkan oleh para pengawas dengan
menjalin kerja sama terutama yang berada di lingkungan madrasah.
4) Potensi
kepala madrasah
Kepala madrasah memiliki berbagai potensi
yang dapat dikembangkan secara optimal. Setiap kepala madrasah harus memiliki
perhatian yang cukup tinggi terhadap peningkatan kualitas pendidikan di
madrasah. Perhatian tersebut harus ditunjukkan dalam kemauan dan kemampuan
untuk mengembangkan diri dan madrasahnya secara optimal.
5) Organisasi
formal dan informal
Pada sebagian besar lingkungan pendidikan
madrasah umumnya telah memiliki organisasi formal terutama yang berhubungan
dengan profesi pendidikan seperti Kelompok Kerja Pengawas Madrasah (pokjawas), Kelompok Kerja Madrasah (KKM), Musyawarah Kepala Madrasah (MKM), dewan pendidikan
dan komite madrasah. Organisasi-organisasi tersebut sangat mendukung manajemen
berbasis madrasah untuk melakukan berbagai terobosan dalam peningkatan kualitas
pendidikan wilayah kerjanya.
6) Organisasi
profesi
Organisasi profesi pendidikan sebagai wadah
untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan seperti Pokjawas, KKM, kelompok kerja guru
(KKG), Musayawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI). Organisasi profesi tersebut sangat mendukung
implementasi manajemen madrasah dan peningkatan kinerja dan
prestasi belajar siswa menuju peningkatan kualitas pendidikan
nasional.
7) Harapan
terhadap kualitas pendidikan
Manajemen madrasah sebagai paradigma baru manajemen
pendidikan mempunyai harapan yang tinggi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan, komitmen dan motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu
madrasah secara optimal. Tenaga kependidikan memiliki komitmen dan harapan yang
tinggi bahwa peserta didik dapat mencapai prestasi yang optimal, meskipun
dengan segala keterbatasan sumber daya pendidikan yang ada di madrasah.
8) Input manajemen
Paradigma baru manajemen pendidikan perlu ditunjang
oleh input manajemen yang memadai dalam menjalankan roda madrasah dan
mengelola madrasah secara efektif. Input manajemen yang telah dimiliki
seperti tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sistematis, program yang
mendukung implementasi, ketentuan-ketentuan yang jelas sebagai panutan bagi
warga madrasah dalam bertindak, serta sistem pengendalian mutu yang handal
untuk meyakinkan bahwa tujuan yang telah dirumuskan dapat diwujudkan di
madrasah.
Pengelolaan madrasah
profesional dalam paradigma baru manajemen pendidikan harus fokus pada
pelanggan, melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas lulusan dari
madrasahnya, meningkatkan kualitas dan kualifikasi tenaga kependidikan, serta
mendorong peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.
Oleh sebab itu, lembaga
pendidikan dituntut untuk beroperasi secara profesional dan berjalan secara
sistematis yang meliputi perencanaan, implementasi, pengawasan dan pembiayaan.
Karena dengan hal tersebut maka manajemen yang ada di lembaga
diharapkan madrasah mampu memberikan kontribusi yang positif terhadap
peningkatan mutu pendidikan.
Pendidikan
yang bermutu disebakan oleh karena keberadaan dukungan yang saling memadai dari seluruh
sumber daya pendidikan, di antaranya sarana – prasarana, keuangan, kurikulum,
fasilitas dan tenaga pendidik yang memiliki dedikasi tinggi serta profesional
dalam tugas dan tanggung jawabnya. Dalam konteks ini mencakup input meliputi: sumberdaya
baik sumber daya manusianya ataupun media pembelajaran, perangkat
lunak yang meliputi struktur organisasi madrasah, serta rencana, program dan
tugas. Kemudian adalah proses yang dilakukan dalam merealisasikan
perencanaan. Adapun indikator out-put yang
berkualitas dapat ditinjau dari prestasi belajar peserta didik dalam akademik
seperti hasil ulangan umum semester siswa dan Ujian Nasional. Bisa juga dilihat dari prestasi non-akademik siswa
melalui PORSENI dan aktivitas ekstra kurikuler lainnya.
C. Simpulan
Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang berfungsi untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia menjadi
tumpuan masyarakat muslim untuk kepentingan pendidikan anak-anak. Dalam proses globalisasi, keberadaan madrasah menghadapi
transformasi yang di dalam prosesnya dihadapkan pada berbagai tantangan yang
perlu dicari solusinya. Transformasi pemikiran manajemen tersebut adalah upaya
untuk merekonstruksi fungsi ideal madrasah untuk tetap survive dan mampu tampil bermakna di tengah
tuntutan terhadap pendidikan modern sebagai upaya untuk menguasai pengetahuan
dan teknologi dan tetap berada pada lingkup penghayatan nilai-nilai agama.
Sebagai starting
point dalam upaya membangun
madrasah pada era globalisasi ini adalah mengupayakan
untuk menset ulang
pola pikir para pengambil kebijakan dan pengelola lembaga pendidikan tersebut, sehingga mampu meningkatkan citra dan
gengsi madrasah dengan instrumen prestasi, mampu mengubah pola manajemen, dan mampu meningkatkan
partisipasi masyarakat sehingga merasa memiliki madrasah.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Mohammad. 2009. Pendidikan
untuk Pembangunan Nasional, Menuju Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya
Saing Tinggi. Imtima, Bandung.
Buchori, Mochtar.1995. Transformasi
Pendidikan. Jakarta Press, Jakarta.
Fadjar, Malik. 1998. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam. LP3NI, Jakarta.
Harun, Lukman. 1990,
Muhammadiyah dalam Undang-undang Pendidikan Nasional. Pustaka Panjimas, Jakarta.
Mastuhu.1999. Memberdayakan Pendidikan Islam. Logos, Jakarta.
Mulyasa, E. 2009. Manajemen Berbasis Madrasah: Konsep, Strategi, dan Implementasi. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Rahim, Husni. 2001. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. Logos, Jakarta.
Sardar, Zainuddin. 1998. Tantangan Dunia Islam Abad 21. Mizan, Bandung.
Tilaar, H.A.R. 2002. Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia Baru. PT. Gramedia , Jakarta.
____________. 2002. Membenahi Pendidikan Nasional. Rineka Cipta, Jakarta.
No comments:
Post a Comment