Ahlan Wasahlan

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuhu
!!!SELAMAT DATANG!!!
"Tuhan Selalu Memberikan yang Terbaik untuk Hamba-Nya."


Sunday, January 6, 2013

Madrasah dan Globalisasi



MADRASAH DAN GLOBALISASI

A.    Pendahuluan
Pendidikan Islam di Indonesia merupakan peradaban Islam dan sekaligus aset bagi pembangunan pendidikan nasional. Sebagai warisan, pendidikan Islam merupakan amanat sejarah untuk dipelihara dan dikembangkan oleh umat Islam dari masa ke masa, sedangkan sebagai aset pendidikan Islam yang tersebar di berbagai wilayah ini membuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk menata dan mengelolanya, sesuai dengan pendidikan nasional. Mendiskusikan masalah pendidikan Islam di Indonesia secara garis besar terbagi ke dalam dua tingkatan: makro dan mikro. Pada level pertama, pendidikan Islam bersentuhan dengan sistem pendidikan nasional dan faktor-faktor eksternal lain, sedangkan pada level kedua, pendidikan Islam dihadapkan pada tuntutan akan proses pendidikan yang efektif sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Berbagai persoalan dari kedua level di atas pada prinsipnya mendorong adanya perubahan arah pendidikan Islam mengingat tantangan kontemporer dan tantangan masa depan yang berbeda dengan tantangan masa lalu.
Posisi pendidikan Islam dalam pendidikan nasional menurut Rahim (2002:422) pada dasarnya diidentifikasikan  sedikitnya dalam tiga pengertian, Pertama, pendidikan Islam adalah lembaga-lembaga pendidikan  keagamaan seperti pesantren, pengajian, dan madrasah diniyah. Kedua, pendidikan Islam adalah muatan atau materi pendidikan agama Islam dalam kurikulum pendidikan nasional, dan yang ketiga pendidikan Islam merupakan ciri khas dari lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama dalam  bentuk madrasah, dan oleh organisasi dan yayasan keagamaan dalam bentuk madrasah-madrasah Islam.
Pendidikan di pesantren/madrasah sebenarnya tidak terlepas dari tujuan umum pendidikan nasional sebagaimana terdapat dalam pasal 4 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, yakni Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan  manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiriserta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.” Tujuan ini mengindikasikan bahwa pendidikan semestinya tidak hanya menghasilkan  peserta didik yang memiliki ketakwaan yang berorientasi pada akhirat tetapi juga memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berorientasi keduniaan atau dengan kata lain pesantren atau madrasah hendaknya berfungsi sebagai sarana pewarisan nilai-nilai Islam sekaligus ilmu pengetahuan dan keterampilan.
Dalam era globalisasi sekarang ini pendidikan merupakan hal nyata yang sangat diperlukan. Semua sektor kehidupan sangat mengandalkan manusia-manusia yang memiliki pengetahuan yang tinggi, dan salah satu hal konkret untuk mencapai pengetahuan tersebut yaitu melalui pendidikan (Harun, 1990:93). Bidang pendidikan merupakan salah satu andalan untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan zaman. Persiapan tersebut dapat dimulai dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
Peranan pendidikan dalam mempersiapkan sumber daya manusia dalam menghadapi era globalisasi tidaklah mudah. Pendidikan selalu menghadapi tantangan yang berat dalam proses pelaksanaannya. Masalah mutu adalah salah satu tantangan terbesar dalam bidang pendidikan. Mendidik anak mulai dari nol sampai memperoleh pengetahuan yang bermutu kemudian mempertahankan mutu tersebut sangatlah sulit. Dengan demikian diperlukan perhatian yang intensif dalam pelaksanaan proses pendidikan tersebut.
Indonesia sebagai negara sedang berkembang masih belum siap untuk menghadapi persaingan global tersebut diatas, terutama dalam hal mutu sumber daya manusia sehingga menuntut kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan peningkatan kualitas SDM ini di masa mendatang. Tuntutan ini merupakan beban yang sangat berat, apalagi dimasa keadaan sekarang ini dimana Indonesia dalam keadaan krisis ekonomi dan krisis moneter yang nyaris mengakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa, sehingga pemerintah belum konsentrasi k earah SDM tersebut.
Dalam situasi seperti ini salah satu pertanyaan pokok yang dihadapi dalam bidang pendidikan adalah kemampuan madrasah-madrasah memberikan pendidikan kepada anak-anak wawasan serta kesadaran global yang baik di samping wawasan serta kesadaran nasional.
B.     Pembahasan
1.    Globalisasi dan Pendidikan
Globalisasi sering diartikan dengan hampir tidak ada batas negara atau sering juga disebut dengan era informasi, era keterbukaan, era liberalisasi, pasar bebas, kompetisi dan era kerjasama regional maupun global . Era atau masa seperti ini tidak bisa dihindari tetapi harus dihadapi dengan segala perkembangannya (Rahim, 2001:129). Dimana saling ketergantungan antar bangsa semakin besar begitu pula persaingan makin lama makin meluas. Salah satu konsekuensi dari kenyataan ini adalah keharusan mengenal masyarakat dunia dengan cukup baik sehingga tidak ditinggalkan maupun dirugikan oleh bangsa lain (Buchori, 1995:143).
Dalam kaitan era globalisasi, H.A.R. Tilaar (2002:2) mengidentifikasi beberapa ciri utamanya, di antaranya: 1) Dunia tanpa-batas (borderless world); 2) Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan aplikasinya dalam kehidupan manusia; 3) Kesadaran terhadap hal dan kewajiban asasi manusia (human rights and obligations); 4) Mega-competition society (kerjasama dan kompetisi antar bangsa). Rahim (2001:129) menambahkan tanda-tanda era globalisasi di antaranya: 1) kompetitif, yaitu bersaing (kompetisi) baik antar individu, negara ataupun usaha yang semakin tajam; 2) perdagangan bebas, yaitu dimana akan berhadapan keunggulan produk masing-masing negara yang bebas berkeliaran di Indonesia maupun sebaliknya; 3) keterbukaan; 4) demokrasi; 4) hak asasi manusia; 5) hak atas kekayaan intelektual; serta 6)  masalah lingkungan hidup.
Tantangan-tantangan teknologi informasi yang baru harus dihadapi bukan dengan optimisme yang berlebihan apalagi dengan pesimisme tetapi haruslah dihadapi dengan segala pertimbangan (Sardar, 1998:18). Hal ini mengingatkan bahwa perkembangan era globalisasi dengan kemajuan teknologi informasi dapat berdampak positif maupun negatif. Adapun dampak positif dari globalisasi antara lain terbuka peluang dan tantangan baru yang dapat menyebabkan terjadi mega-kompetisi yang memberikan peluang besar kepada siapa saja yang berprestasi.  Dimana dengan kompetisi ini, maka mengejar kualitas dan keunggulan merupakan suatu syarat mutlak yang berarti bahwa masyarakat akan memberikan penghargaan kepada kualitas dan keunggulan pribadi yang dapat berprestasi, sedangkan dampak negatif dari globalisasi  adalah bahwa globalisasi dapat mengancam budaya bangsa (Tilaar,  2002: 3-4). Hal ini berarti bisa membahayakan budaya lokal karena menyebabkan kelunturan identitas bangsa. Seyogyanya globalisasi dapat memperkuat budaya lokal dan dengan demikian mempertahankan identitas bangsa yaitu bangsa yang berwawasan budaya nusantara.
Madrasah dan pesantren sebagai lembaga pendidikan bukan hanya tempat memberi dan menerima ilmu tetapi dapat memungkinkan terjadi sosialisasi nilai-nilai baru seperti profesionalisme, kejujuran, integritas, kesamaan, kebebasan, peradaban sebagai penopang utama budaya unggul. Keberhasilan dalam membangun pendidikan akan memberikan kontribusi besar pada pencapaian  tujuan pembangunan  nasional secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan dalam perspektif sosial, pendidikan melahirkan insan-insan terpelajar yang mempunyai peranan penting dalam proses perubahan sosial di masyarakat, sedangkan dalam persfektif budaya, pendidikan merupakan wahana yang efektif untuk menanamkan norma, mensosialisasikan nilai dan menanamkan etos kerja di kalangan warga masyarakat.
Perspektif ekonomi memandang bahwa pendidikan yang menghasilkan manusia-manusia handal akan mampu melahirkan lulusan-lulusan berkualitas yang memiliki kemampuan kewirausahaan, yang menjadi salah satu pilar utama aktivitas perekonomian nasional. Bahkan peran pendidikan menjadi sangat penting dan strategis untuk meningkatkan daya saing nasional dan membangun kemandirian bangsa yang menjadi prasyarat mutlak dalam memasuki persaingan antar bangsa di era global.
Pada era globalisasi, berbagai bangsa di dunia telah mengembangkan knowledge-based economy (KBE), yang mensyaratkan dukungan manusia berkualitas. Pendidikan mutlak diperlukan untuk menopang pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan atau education for the knowledge economy (EKE). Dalam konteks ini, lembaga pendidikan harus pula berfungsi sebagai pusat studi dan pengembangan  yang menghasilkan produk-produk riset unggulan yang mendukung KBE. Ketersediaan manusia berkualitas yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sangat menentukan kemampuan bangsa dalam memasuki kompetensi global dan ekonomi pasar bebas, yang menuntut daya saing. Pendidikan diharapkan dapat mengantarkan bangsa Indonesia meraih keunggulan dalam persaingan global.
Proses pendidikan tidak hanya sekedar mempersiapkan anak bangsa untuk hidup dalam masyarakat saat ini saja, tetapi siswa juga harus disiapkan untuk hidup di masyarakat yang akan datang yang semakin lama semakin sulit diprediksi karakteristiknya.
Agar pendidikan mampu melahirkan anak bangsa yang tangguh dan bermartabat, maka kebijakan pendidikan  harus diarahkan pada penekanan akan urgensi anak-anak bangsa untuk menjadi insan cerdas komprehensif yang meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional dan sosial, dan kecerdasan kinestetis. Kecerdasan intelektual berarti sanggup beraktualisasi diri melalui kemampuan intelektualnya untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang berarti juga aktualisasi insan intelektual yang kritis dan kreatif.
Kecerdasan spiritual, terkait dengan kemampuan beraktualisasi diri melalui penumbuhan dan penguatan keimanan, ketakwaan dan ahklak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul. Kecerdasan emosional dan sosial berkaitan dengan kemampuan beraktualisasi diri untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiasi terhadap kehalusan seni dan budaya, serta kompetensi untuk mengekspresikannya, sedangkan kecerdasan kinestetis mengandung arti mampu beraktualisasi diri melalui pengembangan kemampuan jasmani (olahraga) untuk mewujudkan insan yang sehat, bugar, berdaya tahan, sigap, dan terampil (Ali, 2009:281-286).
Untuk itulah lembaga pendidikan termasuk madrasah dan pesantren hendaknya mengantisipasi segala perkembangan dan kemajuan tersebut termasuk menyiapkan siswa sehingga perkembangan teknologi informasi akan lebih banyak berdampak positif daripada negatifnya. Usaha peningkatan mutu madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas Islam merupakan tuntutan yang makin mendesak dan tidak dapat dihindari di era globalisasi dengan segala karakteristiknya. Tuntutan madrasah untuk dapat meluluskan siswanya yang memiliki kemampuan bersaing serta berkualitas dengan ketangguhan iman dan taqwanya dalam menghadapi persaingan adalah sebuah keharusan yang harus dihadapi (Rahim, 2001:129).
2.    Madrasah dan Pendidikan Nasional
a.    Peranan Madrasah dalam Pendidikan Nasional
Madrasah dalam wacana kehidupan manusia Indonesia merupakan fenomena budaya yang telah berusia satu abad lebih. Bukan suatu hal yang berlebihan jika madrasah telah menjadi salah satu wujud identitas budaya Indonesia yang dengan sendirinya menjalani proses sosialisasi yang relatif intensif. Indikasinya adalah kenyataan bahwa wujud identitas kepustakaan mencatat perubahan-perubahan pemikiran Islam terjadi di wilayah nusantara. Hal ini seiring dengan makin kuatnya intelectual webs” (jaringan intelektual) di kalangan umat Islam (Fadjar, 1998:114-115).
Madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam memiliki perjalanan sejarah tersendiri, yang tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan penyebaran Islam. Bukanlah suatu kebetulan jika lima ayat pertama yang diwahyukan Allah kepada Muhammad dalam surat al-‘Alaq, dimulai dengan perintah membaca iqra’. Di samping itu pesan-pesan  al-Qur’an dalam hubungannya dengan pendidikan pun dapat dijumpai dalam berbagai ayat dan surat dengan aneka ungkapan pernyataan, pertanyaan dan kisah. Lebih khusus lagi, kata ilm dan derivasinya digunakan paling dominan dalam al-Qur’an untuk menunjukkan perhatian Islam yang luar biasa terhadap pendidikan.
Peradaban Islam sejak awal telah menunjukkan prestasi  yang sangat berarti dalam bidang keilmuan dan pendidikan. Bahkan pada masa permulaan penyiaran Islam, Muhammad sendiri menggunakan pendekatan pendidikan, bukan pemaksaan untuk mengajarkan agama Islam pada lingkaran khusus di Darul Arqam. Besarnya perhatian Muhammad terhadap pendidikan juga terlihat ketika ia memutuskan pembebasan tahanan perang non-muslim dengan syarat yang bersangkutan terlebih dahulu mengajarkan tulis baca kepada orang-orang muslim yang masih buta huruf.
Dalam perkembangannya kemudian, masjid yang pada dasarnya berfungsi sebagai tempat ibadah, justru menjadi tempat pendidikan yang menonjol pada dua abad pertama sejarah peradaban Islam, dimana tradisi ini terus berlanjut dan berkembang khususnya pada masa keemasan peradaban Islam dengan pendirian lembaga-lembaga pendidikan yang bervariasi, sampai dengan madrasah. Lembaga-lembaga tersebut diakui oleh banyak kalangan sebagai lembaga pendidikan Islam yang memberikan sumbangan penting bagi perkembangan tradisi college dan universitas modern di Barat (Rahim, 2002:422-423).
Dari aspek bahasa, istilah madrasah merupakan isim makan nama tempat’, berasal dari kata darrasa yang bermakna tempat orang belajar (Farid Wajdi, 1986:211). Dari pengertian bahasa ini, kemudian berkembang menjadi sebagai lembaga pendidikan  yang bernuansa agama Islam.
Kehadiran madrasah di Indonesia sebagai lembaga pendidikan Islam, setidak-tidaknya dilatarbelakangi oleh beberapa aspek, di antaranya :
1)   sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam,
2)   usaha untuk penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan madrasah umum,
3)   sebagai bentuk realisasi sikap mental segolongan umat Islam, khususnya santri yang terpaku pada pendidikan barat sebagai sistem pendidikan mereka, dan
4)   sebagai jembatan antara pendidikan tradisional dengan pendidikan modern.
Sebagai lembaga pendidikan, madrasah di Indonesia memiliki karakteristik (keunikan) tersendiri, yaitu: Pertama, jumlah terbesar madrasah adalah milik swasta. Kedua, lokasi madrasah yang kebanyakan berada di pinggiran, pedesaan, dan daerah terpencil. Keadaan ini sesuai dengan akar sejarah  madrasah yang lahir dari inisiatif masyarakat sebagai tempat ketidakmampuan mereka mengirimkan anak-anaknya ke sekolah yang jauh letaknya dan terkadang mahal bayarannya. Selain itu karena faktor ekonomi yang mengharuskan anak-anak membantu orang tua mencari nafkah dan madrasah memberi alternatif masuk sore. Ketiga, keunikan lainnya adalah  adanya keanekaragaman madrasah baik dari jenis pendidikan, penyebaran maupun kualitasnya. Keempat, karakteristik lain yang ada pada madrasah secara formal adalah kurikulum agama yang lebih banyak dibanding dengan pelajaran agama di sekolah.
Terkait dengan problem yang dihadapi madrasah sebagai lembaga pendidikan agama terdapat beberapa problem madrasah yang sesungguhnya juga problem yang dihadapi pada umumnya pendidikan di Indonesia. Beberapa problem itu di antaranya :
1)   Keterbatasan sarana dan prasarana penunjang kegiatan pendidikan,
2)   Kualitas guru madrasah masih memprihatinkan, terutama profesionalitasnya,
3)   Kesejahteran guru madrasah masih rendah,
4)   Prestasi siswa madrasah masih rendah,
5)   Pemeratan kesempatan pendidikan, terutama pada madrasah yang memiliki kualitas masih kurang,
6)   Relevansi pendidikan dengan kebutuhan masih rendah, dan
7)   Biaya pendidikan.
Selain itu terdapat beberapa problem lain yang dihadapi madrasah antara lain:
1)   Madrasah telah kehilangan akar sejarahnya, hal ini dimaksudkan bahwa keberadan madrasah bukan merupakan kelanjutan pesantren, meskipun diakui bahwa pesantren merupakan bentuk lembaga pendidikan Islam pertama di Indonesia
2)   Terdapat dualisme pemaknaan terhadap madrasah. Di satu sisi, madrasah diidentikkan dengan sekolah karena memiliki muatan secara kurikulum yang relatif sama dengan sekolah umum, di sisi lain madrasah dianggap sebagai pesantren dengan sistem klasikal yang kemudian dikenal dengan madrasah diniyah.
Pada bagian lain muncul pula permasalahan di dalam madrasah antara lain:
1)   Muatan materi pendidikan agama berkurang.
2)   Tamatan (output) madrasah serba tanggung. Pengetahuan agamanya tidak mendalam, sedangkan pengetahuan umumnya juga rendah.
Jika memperhatikan beberapa problem (permasalahan) yang dihadapi madrasah sebagai lembaga pendidikan tampaknya masih jauh dari harapan masyarakat sebagai lembaga pendidikan alternatif dalam memberikan kecerdasan pengetahuan, keterampilan dan sekaligus memiliki tingkat keimanan dan ketakwaan yang mendalam serta memiliki keluhuran akhlak sehingga siswa tangguh dalam menghadapi tantangan kehidupan di era globalisasi.
Diakui, bahwa sistem pendidikan madrasah masih banyak memiliki kelemahan-kelemahan antara lain:
1)   Mementingkan materi daripada metodologi;
2)   Mementingkan memori daripada analisis dan dialog;
3)   Mementingkan penguatan pada otak kiri’ daripada otak kanan’;
4)   Materi agama yang diberikan masih bersifat tradisional’ belum menyentuh aspek rasional;
5)   Penekanan yang berlebihan pada ilmu sebagai produk final bukan pada proses metodologinya; dan
6)   Terlalu berorientasi memiliki’ daripada menjadi’ (Mastuhi, 1999:59)
Dalam pendidikan nasional, lembaga pendidikan madrasah diakui dalam jalur pendidikan. Hal ini sangat berarti dalam menghapus kesenjangan antara lembaga pendidikan madrasah dengan lembaga pendidikan sekolah sebagaimana terjadi pada masa-masa lalu. Dengan keadaan ini, pendidikan madrasah menggunakan kurikulum yang sama dengan kurikulum sekolah yang berarti lulusan madrasah memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan lulusan madrasah. Persamaan status ini tidak berati menghilangkan identitas dan watak keislaman dari lembaga pendidikan madrasah karena ia tetap mengembangkan kekuatan dan ciri keagamaannya dengan ketentuan dalam sistem pendidikan nasional (Mastuhu, 199: 427-428).
Terdapat beberapa usulan yang dinilai perlu dilakukan dalam pengembangan madrasah menghadapi era globalisasi, yaitu: pertama merumuskan gambaran tentang visi madrasah dalam era globalisasi. Kedua, perlu peningkatan kualitas guru. Untuk mendukung visi madrasah plus diperlukan dukungan sumber daya manusi yang handal, terutama kualitas gurunya. Diakui bahwa guru madrasah sebagian masih ada yang mengajar tidak sesuai dengan pendidikan yang diterimanya; bahkan masih belum sesuai dengan tuntutan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.  Kualitas guru madrasah yang rendah dapat dilihat pula pada beberapa aspek, yaitu : 1) Tidak menguasai terhadap subject matter dengan baik; 2) Kurang menguasai metodologi pengajaran yang efektif; 3)  Kurang menguasai alat dan bahan pembelajaran; dan 4) Aspek guru madrasah yang ada berlatar belakang pendidikan agama dan sisanya yang sedikit guru berlatar belakang umum. Ketiga, diperlukan review terhadap kurikulum yang mengarah pada perubahan tuntutan masyarakat global dengan mempertahankan kearifan lokal. Kurikulum madrasah perlu memuat kurikulum lokal, nasional, dan internasional. Dalam kaitan ini diperlukan penguatan pembelajaran sains dan pengembangan vocational skills yang berbasis teknologi. Keempat, diperlukan madrasah yang memiliki kelas internasional dan madrasah internasional sebagai model madrasah masa depan dengan tetap mempertahankan kekhasan madrasah. Kelima, dukungan sarana dan prasarana yang memungkinkan peserta didik dapat berkembang secara optimal tidak bisa diabaikan dalam mendukung kegiatan madrasah yang lebih kompetitif, seperti dukungan laboratorium, multi media, dan sarana praktikum. Keenam, perlu jaminan mutu pendidikan. Madrasah perlu mengembangkan standar kinerja pendidikan yang memebuhi tuntutan keunggulan kompetitif dan komperatif dalam konteks nasional bahkan internasional. Ketujuh, perlu pengembangan pembelajaran yang berpusat pada siswa atau student center learning, sehingga siswa madrasah memiliki kemauan inisiatif dan kompetitif yang pada gilirannya mereka bisa bersaing. Kedelapan, profesionalisme  kepala madrasah perlu mendapat perhatian yang serius. Sebagai seorang pemimpin pendidikan pada tingkat madrasah memiliki peranan yang sangat strategis terutama dalam mewujudkan visi dan misinya. Pada sisi lain, kewenangan yang otonom pada dirinya sangat memerlukan kemampuan manajerial. Kesembilan, perlu pendanaan pendidikan madrasah yang wajar, sebagaimana halnya pendidikan umum. Kesepuluh, perlu optimalisasi peran masyarakat dalam meningkatkan mutu madrasah (Rahim, 2001:129).
b.   Kinerja Madrasah
Kinerja madrasah atau yang lebih jelasnya adalah manajemen yang diartikan sebagai administrasi, dan pengelolaan bahkan di berbagai literatur dalam fungsi pokoknya seringkali keduanya (manajemen dan administrasi) mempunyai fungsi yang sama. Manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerjasama yang sistematik, sistemik dan komperhensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Istilah manajemen mempunyai arti yang sama dengan pengelolaan. Jika tidak ada manajemen maka tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif dan efisien (Mulyasa, 2009:24).
Adapun fungsi pokok dari manajemen atau pengelolan antara lain:
1)   Perencanaan, yaitu proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang.
2)   Implementasi atau pelaksanaan, yaitu kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
3)   Pengawasan, yaitu upaya mengamati secara sistematis dan berkesinambungan.
4)   Pembiayaan, yaitu rangkaian upaya pengendalian secara profesional semua unsur organisasi agar berfungsi sebagaimana mestinya.
Dengan keberadaan manajemen madrasah diharapkan memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan mutu pendidikan, dimana dalam manajemen madrasah dikenal istilah sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi berarti terpusat artinya pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah, sedangkan desentralisasi berarti daerah yang artinya wewenang peraturan diberikan kepada pemerintah daerah setempat (Masyuliantoro , 2010).
c.    Karakteristik Manajemen Madrasah
Karakteristik manajemen madrasah dapat diketahui antara lain dari bagaimana madrasah dapat mengoptimalkan kinerjanya, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga pendidikan serta sistem administrasi secara keseluruhan. Manajamen madrasah bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi, antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain melalui revitalisasi partisipasi orang tua terhadap madrasah, fleksibilitas pengelolaan madrasah dan pembelajaran, peningkatan profesionalisme guru dan kepala madrasah serta pemberlakuan sistem hadiah dan hukuman, peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.    
Manajemen madrasah juga ditujukan untuk mendirikan atau memberdayakan madrasah melalui pemberian kewenangan, keluesan dan sumber daya untuk meningkatkan mutu madrasah. Dengan pemberian kesempatan kepala madrasah untuk mengembangkan kurikulum, guru didorong untuk berinovasi, dengan melakukan eksperimen-eksperimen di lingkungan madrasah.
Adapun manfaat yang didapat dari manajemen madrasah adalah kebebasan dan kewenangan yang luas pada madrasah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi sesuai  dengan kondisi setempat. Madrasah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru agar lebih berkonsentrasi pada tugas utamanya mengajar. Keleluasaan dalam mengelola sumber daya dan partisipasi masyarakat mendorong profesionalisme kepemimpinan madrasah, baik dalam perannya sebagai manajer maupun sebagai pemimpin madrasah.
Manajemen madrasah mendorong profesionalisme guru dan kepala madrasah sebagai pemimpin pendidikan pada garis depan. Melalui pengembangan kurikulum yang efektif dan fleksibel, rasa tanggap madrasah terhadap kebutuhan setempat akan meningkat, dan menjamin layanan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat. Prestasi peserta didik dapat dimaksimalkan melalui peningkatan partisipasi orang tua karena mereka dapat secara langsung mengawasi kegiatan belajar anaknya. Adapun karakteristik manajemen madrasah antara lain:
1)   Pemberian otonomi luas kepada madrasah
Manajemen madrasah harus memberikan otonomi luas kepada madrasah disertai seperangkat tanggung jawab untuk mengelola sumber daya dan pengembangan strategi sesuai dengan posisi setempat. Madrasah diberi kekuasaan dan kewenangan yang luas untuk mengembangkan kurikulum dan pelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. Melalui otonomi yang luas ini madrasah dapat meningkatkan kinerja tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif mereka. 
2)      Partisipasi masyarakat dan orang tua tinggi
Orang tua siswa dan masyarakat tidak hanya mendukung madrasah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite madrasah dan dewan pendidikan. Bahkan masyarakat dan orang tua dapat menjalin  kerjasama untuk memberikan bantuan, pemikiran, serta menjadi nara sumber pada berbagai kegiatan peningkatan kualitas pembelajaran di madrasah.
3)   Kepemimpinan yang demokratis dan professional
Kepala madrasah dan guru-guru sebagai faktor utama penyelenggaraan pendidikan di madrasah merupakan figur yang memiliki kemampuan dan integritas profesional. Dalam proses pengambilan keputusan, manajemen madrasah menuntut kepala madrasah mengimplementasikannya secara demokratis sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil beserta pelaksanaannya.
4)   Team-work yang kompak dan transparan
Keberhasilan program-program madrasah tentunya didukung oleh kinerja tim yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan di madrasah.
d.   Faktor pendukung  keberhasilan manajemen madrasah
Implementasi manajemen madrasah sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Beberapa faktor pendukung keberhasilan manajemen madrasah tersebut dalam garis besarnya mencakup gerakan peningkatan kualitas pendidikan yang dicanangkan oleh pemerintah, sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan, gotong royong dan kekeluargaan, potensi sumber daya manusia, organisasi formal dan informal, organisasi profesi serta dukungan dunia usaha dan industri.
1)   Sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan
Kementerian Agama terus menerus melakukan sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan madrasah di berbagai wilayah kerja, baik dalam pertemuan-pertemuan resmi maupun melalui orientasi dan workshop.
2)   Gerakan peningkatan kualitas pendidikan yang dicanangkan pemerintah
Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus menerus dilakukan baik secara konvensional maupun inovatif. Hal tersebut terfokus lagi setelah diamanatkan dalam Undang-Undang Sisdiknas bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan kualitas pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Pemerintah telah mencanangkan ”Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan” pada tanggal 2 Mei 2002. Hal ini merupakan momentum yang paling tepat dalam rangka mengantisipasi dan mempersiapkan siswa memasuki era globalisasi, yang beberapa indikatornya telah dapat dirasakan sekarang ini, dimana teknologi mampu menembus batas-batas antar wilayah dan antar negara.
3)   Gotong royong dan kekeluargaan
Gotong royong dan kekeluargaan dapat menghasilkan dampak positif dalam suatu pekerjaan. Gotong royong dan kekeluargaan yang membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia masih dapat dikembangkan dalam mewujudkan tujuan madrasah. Professional, menuju pewujudan visi pendidikan menjadi aksi nyata di madrasah, kondisi ini dapat ditumbuhkembangkan oleh para pengawas dengan menjalin kerja sama terutama yang berada di lingkungan madrasah.


4)   Potensi kepala madrasah
Kepala madrasah memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan secara optimal. Setiap kepala madrasah harus memiliki perhatian yang cukup tinggi terhadap peningkatan kualitas pendidikan di madrasah. Perhatian tersebut harus ditunjukkan dalam kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan diri dan madrasahnya secara optimal.
5)   Organisasi formal dan informal
Pada sebagian besar lingkungan pendidikan madrasah umumnya telah memiliki organisasi formal terutama yang berhubungan dengan profesi pendidikan seperti Kelompok Kerja Pengawas Madrasah (pokjawas), Kelompok Kerja Madrasah (KKM), Musyawarah Kepala Madrasah (MKM), dewan pendidikan dan komite madrasah. Organisasi-organisasi tersebut sangat mendukung manajemen berbasis madrasah untuk melakukan berbagai terobosan dalam peningkatan kualitas pendidikan wilayah kerjanya.
6)   Organisasi profesi
Organisasi profesi pendidikan sebagai wadah untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan seperti Pokjawas, KKM, kelompok kerja guru (KKG), Musayawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Organisasi profesi tersebut sangat mendukung implementasi manajemen madrasah dan peningkatan kinerja dan prestasi belajar siswa menuju peningkatan kualitas pendidikan nasional.
7)   Harapan terhadap kualitas pendidikan
Manajemen madrasah sebagai paradigma baru manajemen pendidikan mempunyai harapan yang tinggi untuk meningkatkan kualitas pendidikan, komitmen dan motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu madrasah secara optimal. Tenaga kependidikan memiliki komitmen dan harapan yang tinggi bahwa peserta didik dapat mencapai prestasi yang optimal, meskipun dengan segala keterbatasan sumber daya pendidikan yang ada di madrasah.

8)   Input manajemen
Paradigma baru manajemen pendidikan perlu ditunjang oleh input manajemen yang memadai dalam menjalankan roda madrasah dan mengelola madrasah secara efektif. Input manajemen yang telah dimiliki seperti tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sistematis, program yang mendukung implementasi, ketentuan-ketentuan yang jelas sebagai panutan bagi warga madrasah dalam bertindak, serta sistem pengendalian mutu yang handal untuk meyakinkan bahwa tujuan yang telah dirumuskan dapat diwujudkan di madrasah.
Pengelolaan madrasah profesional dalam paradigma baru manajemen pendidikan harus fokus pada pelanggan, melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas lulusan dari madrasahnya, meningkatkan kualitas dan kualifikasi tenaga kependidikan, serta mendorong peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Oleh sebab itu, lembaga pendidikan dituntut untuk beroperasi secara profesional dan berjalan secara sistematis yang meliputi perencanaan, implementasi, pengawasan dan pembiayaan. Karena dengan hal tersebut maka manajemen yang ada di lembaga diharapkan madrasah mampu memberikan kontribusi yang positif terhadap peningkatan mutu pendidikan.
Pendidikan yang bermutu disebakan oleh karena keberadaan dukungan yang saling memadai dari seluruh sumber daya pendidikan, di antaranya sarana – prasarana, keuangan, kurikulum, fasilitas dan tenaga pendidik yang memiliki dedikasi tinggi serta profesional dalam tugas dan tanggung jawabnya. Dalam konteks ini mencakup input meliputi: sumberdaya baik sumber daya manusianya ataupun media pembelajaran, perangkat lunak yang meliputi struktur organisasi madrasah, serta rencana, program dan tugas. Kemudian adalah proses yang dilakukan dalam merealisasikan perencanaan. Adapun indikator out-put yang berkualitas dapat ditinjau dari prestasi belajar peserta didik dalam akademik seperti hasil ulangan umum semester siswa dan Ujian Nasional. Bisa juga dilihat dari prestasi non-akademik siswa melalui PORSENI dan aktivitas ekstra kurikuler lainnya.

C.     Simpulan 
Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia menjadi tumpuan masyarakat muslim untuk kepentingan pendidikan anak-anak. Dalam proses globalisasi, keberadaan madrasah menghadapi transformasi yang di dalam prosesnya dihadapkan pada berbagai tantangan yang perlu dicari solusinya. Transformasi pemikiran manajemen tersebut adalah upaya untuk merekonstruksi fungsi ideal madrasah untuk tetap survive dan mampu tampil bermakna di tengah tuntutan terhadap pendidikan modern sebagai upaya untuk menguasai pengetahuan dan teknologi dan tetap berada pada lingkup penghayatan nilai-nilai agama.
Sebagai starting point dalam upaya membangun madrasah pada era globalisasi ini adalah mengupayakan untuk menset ulang pola pikir para pengambil kebijakan dan pengelola lembaga pendidikan tersebut, sehingga mampu meningkatkan citra dan gengsi madrasah dengan instrumen prestasi, mampu mengubah pola manajemen, dan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat sehingga merasa memiliki madrasah.

















DAFTAR PUSTAKA


Ali, Mohammad. 2009.  Pendidikan untuk Pembangunan Nasional, Menuju Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi. Imtima, Bandung.

Buchori, Mochtar.1995.  Transformasi Pendidikan. Jakarta Press, Jakarta.

Fadjar, Malik. 1998. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam. LP3NI, Jakarta.

Harun, Lukman.  1990, Muhammadiyah dalam Undang-undang Pendidikan Nasional. Pustaka Panjimas, Jakarta.

Mastuhu.1999. Memberdayakan Pendidikan Islam. Logos, Jakarta.

Mulyasa, E. 2009. Manajemen Berbasis Madrasah: Konsep, Strategi, dan Implementasi. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Rahim, Husni. 2001. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. Logos, Jakarta.

Sardar, Zainuddin. 1998.  Tantangan Dunia Islam Abad 21. Mizan, Bandung.

Tilaar, H.A.R. 2002. Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia Baru. PT. Gramedia , Jakarta.

____________. 2002. Membenahi Pendidikan Nasional. Rineka Cipta, Jakarta.

No comments: