PENELITIAN PADA KELOMPOK MODEL SOSIAL
(Belajar tentang Pembelajaran Sosial)
A.
Pendahuluan
Dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari berbagai variabel pokok
yang saling berkaitan, yaitu kurikulum, guru/pendidik, proses pembelajaran, dan
peserta didik. Dimana semua komponen ini bertujuan untuk kepentingan peserta
didik. Berdasarkan hal tersebut, pendidik dituntut harus mampu menggunakan
berbagai model pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan kegiatan
belajar. Hal ini dilatarbelakangi bahwa peserta didik bukan hanya sebagai obyek
tetapi juga merupakan subyek dalam pembelajaran. Peserta didik harus disiapkan
sejak awak untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga berbagai
jenis model pembelajar yang dapat digunakan oleh pendidik. Model-model
pembelajaran sosial merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan di
kelas dengan melibatkan peserta didik secara penuh (student centered)
sehingga peserta didik memperoleh pengalaman dalam menuju kedewasaan, peserta
didik dapat melatih kemandirian sehingga peserta didik dapat belajar dari
lingkungan kehidupannya.
Salah satu usaha yang tidak pernah ditinggalkan oleh guru adalah bagaimana
memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian
bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar (Djamarah, 2010:72).
Kelompok model pembelajaran sosial menekankan hubungan antara individu
dengan masyarakat atau orang lain. Model-model pembelajaran dalam kelompok ini
difokuskan pada peningkatan kemampuan individu dalam berhubungan dengan orang
lain, terlibat dalam proses demokrasi dan bekerja sama secara produktif dalam
suatu kelompok.
Model pembelajaran sosial, sebagaimana namanya menitikberatkan pada tabiat
sosial manusia, bagaimana cara mempelajari tingkah laku sosial dan bagaimana
interaksi sosial tersebut dapat mempertinggi hasil capaian pembelajaran
akademik. Hampir semua penggagas teori model sosial percaya bahwa peran utama
pendidikan adalah untuk mempersiapkan warga negara yang akan mengembangkan
tingkah laku yang demokratis dan terpadu, baik dalam lingkup pribadi maupun
sosial serta meningkatkan taraf kehidupan yang berbasis demokrasi sosial yang
produktif.
Para ahli juga percaya bahwa sebuah usaha yang dilakukan bersama pada
dasarnya dapat meningkatkan kualitas kehidupan, mendatangkan keberhasilan dan
semangat serta mencegah konflik sosial. Selain itu usaha yang dilakukan
bersama-sama tidak hanya mendorong peningkatan aspek sosial, namun juga
mendongkrak aspek intelektual. Oleh karena itu, beberapa tugas akademik yang
dikerjakan mengandalkan interaksi sosial bisa disiasati sedemikiran rupa untuk
meningkatkan hasil pembelajaran. Dengan pembelajaran model sosial, perkembangan
tingkah laku sosial yang produktif, skil akademik, serta pengetahuan akan
sama-sama dicapai. Model sosial memiliki porensi yang menjanjikan untuk
kemajuan pembelajaran, khususnya untuk membentuk lingkungan sosial secara
keseluruhan. Sekolah didambakan sebagai sebuah lingkungan masyarakat kecil yang
produktif dibanding sekumpulan individu yang hanay belajar sendiri-sendiri.
Dalam budaya sekolah yang kooperatif, siswa dapa diajarkan untuk menggunakan
model-model pembelajaran sosial untuk memperoleh pengetahuan dan skil.
B.
Pembahasan
1.
Konsep Effecet Size
Konsep Effect Size digunakan untuk mendeskripsikan besarnya
keuntungan dari beberapa perlakuan yang diberikan dalam praktik pendidikan dan
untuk memperkirakan apa yang dapat kita harapkan untuk menyempurnakan hasil
dengan menggunakan praktik tersebut.
Untuk menjelaskan ide tersebut, sebaiknya pikirkan sebuah studi yang
diselenggarakan oleh Dr. Bharati Baveja (1988). Dr. Baveja mendesain studinya
untuk mengetes keefektifan sebuah pendekatan induktif untuk sebuah unit biologi
yang dikomparasikan dengan sebuah perlakuan pembelajaran intensif. Semua siswa
diberi sebuah tes pada pembukaan pelajaran untuk menilai pengetahuan mereka
sebelum pembelajaran dimulai dan dibagi menjadi dua kelompok yang sama dengan
berdasarkan pada prestasinya. Kelompok kontrol belajar materi dengan bantuan
tutor dan guru pelajaran, perlakuan standar di sekolah India untuk kursus tipe
ini. Kelompok eksperimen bekerja dalam pasangan dan dipimpin secara induktif
dan konsep latihan hasil yang menekankan klasifikasi tumbuhan.
Gambar berikut menunjukkan distribusi skor untuk kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol pada post test yang mana seperti pada pretest berisi soal sama
dengan informasi yang berkaitan dengan unit yang dipelajari.
Perbedaan di antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terletak pada
standar deviasi. Perbedaan yang dihitung dalam istilah standar deviasi disebut effect
size of the inductive treatment. Yang paling utama, bahwa nilai rata-rata
kelompok eksperimen adalah berada pada persentil ke-80 di atas kelompok
kontrol. Perbedaan meningkat ketika diingat kembali bahwa tes diberikan 10
bulan sebelumnya, mengindikasikan bahwa informasi yang diperoleh dengan konsep
yang berorientasi strategi telah menahan sesuatu lebih baik dari informasi yang
dikumpulkan melalui perlakuan kontrol.
Kalkulasi seperti ini memungkinkan kita untuk membandingkan besarnya
potensi efek sebuah inovasi (keterampilan dan strategi mengajar, kurikulum, dan
teknologi) yang mungkin digunakan dalam sebuah usaha untuk mempengaruhi belajar
siswa. Kita juga dapat menentukan apakah perlakuan telah membedakan efek untuk
semua jenis siswa atau hanya beberapa siswa. Pada studi tersebut dideskripsikan
seperti di atas, perlakuan eksperimen rupanya efektif untuk seluruh populasi.
Distribusi skor terendah pada kelompok eksperimen kira-kira berada pada
persentil ke-30 daripada kelompok kontrol, dan sekitar 30% siswa melewati skor
tertinggi yang diperoleh kelompok kontrol.
Walaupun pada dasarnya dalam kemampuan mereka sendiri, kelebihan dalam
pembelajaran dan ingatan informasi sederhana kita dapat mempertimbangkan efek
kebiasaan siswa untuk mengidentifikasi tumbuhan dan karekteristiknya yang
diukur dari sebuah tes terpisah. Skor siswa dari kelompok eksperimen delapan
kali lebih tinggi daripada skor untuk kelompok kontrol. Penelitian Baveja
membenarkan hipotesisnya bahwa siswa dengan menggunakan model induktif mampu
menerima informasi dan konsep dari unit yang lebih banyak dengan efektif dari
pada siswa dari kelompok tutorial.
Mengerjakan beberapa konsep yang berguna dalam menggambarkan distribusi
skor untuk memperdalam pengetahuan kita sedikit demi sedikit. Kami
mendeskripsikan distribusi skor dengan istilah tendensi sentral yang mengarah
pada pengelompokkan skor sekitar nilai tengah distribusi, varian, atau
penyebarannya. Konsep menggambarkan tendensi sentral memasukkan nilai rata-rata
yang dihitung dengan menjumlahkan skor dan membaginya dengan banyak skor,
median atau skor pertengahan (setengah di atas dan setengah di bawah median),
dan modus yaitu frekuensi yang paling banyak (dalam tabel, angka frekuensi yang
paling tinggi). Pada gambar berikut, median, nilai rata-rata, dan modus
semuanya berada pada tempat yang sama, karena distribusinya simetris dengan
komplit.
Dispersi digambarkan dengan istilah range (jarak antara skor
tertinggi dan skor terendah), rangking adalah frekuensi yang digambarkan dengan
persentil (skor ke-20 dari atas dalam distribusi 100 orang terletak pada
persentil ke-80 karena 20% skor ada di atasnya dan 80% ada di bawahnya, standar
deviasi yang menggambarkan seberapa luas atau sedikit skor yang
didistribusikan. Pada gambar berikut range adalah dari 70 (skor terendah) ke
150 (skor tertinggi). Skor persentil ke-50 berada pada tengah-tengah (dalam
keadaan ini dihubungkan dengan nilai rata-rata, modus, dan median). Standar
deviasi ditandai dengan garis tegak dilabeli +1SD, +2SD, dan seterusnya.
Catatan bahwa kedudukan persentil skor 1 standar deviasi di atas rata-rata
adalah 84 (84% skor di bawah poin tersebut), kedudukan 2 standar deviasi di
atas nilai rata-rata adalah 97; dan 3 standar deviasi di atas rata-rata adalah
99.
Ketika nilai rata-rata, median, dan modus tepat seperti pada distribusi
ini, dan distribusi skor sesimetris distribusi yang dilukis pada gambar
tersebut, maka distribusi tersebut disebut normal. Konsep ini berguna dalam
operasi statistik, walaupun beberapa distribusi sebenarnya tidak simetris
seperti yang kita lihat. Untuk menjelaskan konseo effect size, kami akan
gunakan simetris, distribusi normal sebelum mengilustrasikan bagaimana konsep
bekerja dengan perbedaan bentuk distribusi.
Pada gambar berikut kami akan merubah hasil belajar kelompok investigasi
bahwa nampak pada tabel di gambar grafik. Gambar berikut membandingkan skor
posttest terendah siswa di seluruh kelas dan perlakuan pada kelompok
investigasi. Nilai rata-rata skor kelompok investigasi sama dengan persentil
ke-92 distribusi siswa seluruh kelas. Effect size dihitung dengan
membagi perbedaan antara dua nilai rata-rata dengan standar deviasi kelompok
kontrol atau seluruh kelas. Effect size dalam kondisi ini adalah 1,6
standar deviasi dengan menggunakan rumus:
ES = Nilai rata-rata kelompok ekperimen
– Nilai rata-rata kelompok kontrol
Standar deviasi kelompok kontrol
Semua buku menggambarkan seperti ini akan menyediakan ide tentang suatu
efek relatif yang dapat diharapkan jika satu siswa diajar demgam setiap model
mengajar dibandingkan dengan menggunakan pola kurikulum dan pengajaran
normatif. Kami akan membuat setiap gambar dari sebuah analisis riset
berdasarkan keadaan sekarang dan akan selalu membangun gambar untuk melukiskan
nilai rata-rata efek dari banyaknya jumlah studi.
Ketika menggunakan dasar riset untuk menentukan ketika menggunakan sebuah
model pengajaran yang penting untuk merealisasikan effect size tidak
hanya perhatian. Kita harus mempertimbangkan sifat obyek dan kegunaan model
tersebut. Sebagai contoh, dalam studinya Spaulding digambarkan di atas, effect
size kemampuan diukur hanya 0,5 atau sekitar setengah standar deviasi
(perhatikan gambar berikut).
Bagaimanapun, kemampuan adalah sebuah sifat yang sangat kuat, dan model
atau kombinasi model dapat menambah kemampuan akan mempunyai sebuah efek pada
setiap pekerjaan siswa untuk tahun mendatang, penambahan belajar sampai tahun
tersebut. Prosedur kooperatif learning yang paling sederhana mempunyai effect
size dengan relatif sederhana, pengaruh terasa tentang diri pelajar
sendiri, keterampilan sosial, dan pembelajaran akademik, dan mereka mudah
menggunakan dan mempunyai kegunaan yang luas. Dengan demikian, efek sederhana
mereka dapat dirasakan lebih teratur dan luas daripada beberapa model yang
tidak mempunyai effect size dengan respek untuk mencapai tujuan.
Beberapa model dapat membantu kita hampir menghilangkan penyebaran dalam
distribusi. Contoh, seorang rekan kerja kami menggunakan ingatan peralatan
untuk mengajar siswa kelas empat nama negaranya dan ibukota mereka. Semua
siswanya diajari semua itu dan mengingatkan mereka seluruh tahun. Dengan
demikian distribusi skor kelasnya pada test kemampuan mereka untuk mengisi
semua nama pada peta kosong tidak menyusun. Skor rata-rata adalah skor
tertinggi yang mungkin. Tidak ada kedudukan persentil karena skor siswa semua
berada di atas. Beberapa objek berdasarkan pengetahuan tentang konstitusi US,
keterampilan menghitung, membaca kosakata, kami ingin pada kenyataannya untuk
mempunyai kesamaan kesuksesan yang sangat tinggi untuk semua siswa kami karena
sesuatu kekurangan adalah sangat merugikan untuk mereka, dan untuk masyarakat
mereka.
Walaupun effect size tinggi membuat sebuah perlakuan yang menarik,
ukuran sendiri tidak hanya mempertimbangkan ketika memilih di antara beberapa
alternatif. Effect size yang sederhana bahwa pengaruh beberapa orang
dapat mempunyai sebuah hasil yang sebesar-besarnya untuk populasi. Sebuah
perbandingan dengan ilmu kedokteran adalah bermanfaat. Andaikata ketakutan
sebuah penyakit mempengaruhi populasi dan kita memberi vaksin akan menurunkan
perubahan penyakit dengan hanya 10%. Jika satu juta orang mungkin terinfeksi
tanpa vaksin tetapi 900.000 jika itu tidak digunakan, efek vaksin yang paling
sederhana mungkin bisa menyelamatkan 100.000 nyawa. Dalam dunia pendidikan,
beberapa perkiraan menganjurkan bahwa selama tahun pertama sekolah tentang satu
juta siswa setiap tahun (sekitar 30%) membuat sedikit proses ke arah belajar
membaca. Kita juga mengetahui bahwa ketidaksuksesan dalam pengajaran membaca dalam
kenyataannya ketakutan penyakit pendidikan, sejak setiap awal tahun pengajaran
tidak sukses mungkin siswa akan merespon untuk pengajaran yang akan datang
dengan keberhasilan yang rendah. Apakah perlakuan yang sederhana efektif,
dikatakan hal itu mengurangi kesuksesan dalam tahun pertama 50.000 siswa dengan
5% menjadi berhasil? Kita berpikir demikian. Juga, beberapa perlakuan mungkin
menjadi kumulatif. Tentu, kita lebih senang sebuah efek perlakuan yang baik,
tetapi hal ini tidak selalu tersedia.
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi
dengan lingkungan. Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses
untuk mencapai tujuan (Hamalik, 2012:29-29).
Demikian juga, tipe perbedaan efek memerlukan pertimbangan. Sikap, nilai,
konsep, pengembangan intelektual, keterampilan, dan informasi juga hanya
beberapa.
2.
Penelitian Model Pembelajaran Sosial
Semua model pembelajaran dirancang untuk tujuan yang khusus, mengajarkan
informasi, konsep, cara berpikir, belajar nilai-nilai sosial, dan lain-lain,
dengan bertanya ke siswa untuk mengajarkan fakta-fakta kognitif dan tugas-tugas
sosial. Penelitian secara umum dimulai dengan sebuah tesis yang menggambarkan
sebuah lingkungan pendidikan, itu memperkirakan efek, dan rasional bahwa mata
rantai lingkungan dan hal itu dimaksudkan untuk membangun konsep atau mengajar
mereka, bagaimana membangun teori, memori, memecahkan masalah, dan
keterampilan. Beberapa model berpusat pada pentrasferan oleh guru sambil
membangun sebuah respon pembelajaran dengan mengerjakan tugas, dan siswa diberi
penghargaan sebagai patner dalam pendidikan kemandirian. Bagaimanapun semua
model pendidikan menekankan cara membantu siswa belajar untuk mengkonstruksi
pengetahuan, pembelajaran untuk belajar, mencakup pembelajaran dari sumber
sering dilakukan, seperti belajar dari ceramah, film, membaca simbol, dan
lain-lain.
Dick dan Briggs sebagaimana dikutip Warsita (2008:271), ”Ada beberapa
komponen yang harus diperhatikan agar kegiatan pembelajaran dapat mencapai
tujuan, yaitu kegiatan pendahuluan, penyampaian informasi, partisipasi peserta
didik, tes, dan kegiatan tindak lanjut.”
Model pembelajaran memerlukan latihan dari guru untuk menggunakannya.
Langkah pertama dalam penelitian teori driven sering mengumpulkan data
tentang cara mengajar dengan normal. Kemudian guru mempersiapkan diri
emnggunakan pembelajaran tingkah laku, meliputi cara mengajar siswa tentang
pembelajaran keterampilan.
Model pembelajaran sosial mempunyai kelebihan dan kekurangan yang dapat
dianalisis sebaga berikut:
a.
Kekuatan
1)
Model pembelajaran sosial dapat mengembangkan
kreatifitas siswa krena siswa dapat melakukan sesuatu atau memainkn peran
tertentu dalam suatu situasi berkaitan dengan topik yang ditentukan.
2)
Model pembelajaran sosial dapat dijadikan bekal
bagi siswa dalam situasi sebenarnya pada masa yang akan datang dalam keluarga,
masyarakat dan kehidupan sehari-hari mereka di dunia kerja nantinya.
3)
Melalui model pembelajaran sosial, siswa dapat
menambah minat mereka terhadap proses
pembelajaran dan berusaha untuk memberikan kemampuan semasa pembelajaran dan
menerima input yang berguna dan ilmu yang dipelajari pada hari tersebut.
4)
Model pembelejaran sosial memupuk keberanian dan
keyakinand alam diri siswa apabila melakukan suatu aktivitas seperti membaca
dengan kuat dalam kelas.
5)
Melalui model pembelajaran sosial, siswa dapat
memperkaya pengetahuan dan sikap mereka dalam suatu situasi sosial.
b.
Kelemahan
1)
Pengalaman yang diperoleh seorang siswa tidak
semuanya tepat dan sesuai dengan kenyataan di lapangan. Hal ini karena selama
proses pembelajaran berlangsung, siswa tidak mempunyai pengalaman yang ada
kaitan dengan topik pembelajaran dan ini memungkinkan siswa tidak aktif dalam
proses pembelajaran sehingga siswa tidak dapat mengembangkan ide mereka.
2)
Model pembelajaran sosial terlihat lemah karena
sikap siswa yang merasa malu dan takut menyebabkan mereka tidak dapat menguasai
dan tidak dapat menyesuaikan diri untuk
mengikuti pembelajaran sosial dengan mudah.
3)
Perancangan yang salah juga menjadi puncak
kelemahan model ini. Hal ini karena guru mengajarkan lebih kepada teknik
hiburan seperti nyanyian, sehingga tujuan utama pembelajaran gagal dicapai.
c.
Peluang
1)
Siswa akan lebih yakin apabila terdapat persaingan
untuk melakukan sesuatu pekerjaan dan peluang untuk mereka mendapatkan sesuatu
yang lebih tinggi.
2)
Peluang siswa untuk berdikari dapat dilakukan dan
mereka sendiri dapat meningkatkan daya kreatifitas yang ada supaya dapat
melakukan sesuatu dengan lebih baik dan sempurna.
3)
Memberi ruang kepada siswa untuk menambah ilmu
pengetahuan selama pembelajaran berlangsung dan dapat berpikir dengan lebih
baik serta mampu bekerja sama dalam kelompok dan bersosialisasi dengan orang
sekelilingnya.
d.
Ancaman
1)
Dalam model ini, ancaman akan berlaku apabila
siswa melakukan peniruan setiap yang dilakukan tanpa melihat kesan yang akan
berlaku terhadap perlakuan yang dilakukan baik atau buruk.
2)
Melalui model ini, siswa tidak mempunyai jati diri
atau ide sendiri karena terbiasa dengan peniruan yang ditunjukkan tanpa
menggunakan ide baru atau melakukan suatu tindakan yang baru berkaitan dengan
peniruan yang dilakukan.
3)
Siswa akan mendapat masalah sekiranya siswa diajar
melalui peniruan orang yang tidak dipercayai karena mereka akan ikut-ikutan
dengan perlakuan yang dilakukan dan seterusnya melakukan peniruan karena
melihat peran yang ditunjukkan kepada siswa.
4)
Melalui pergaulan, gejala sosial yang negatif akan
berlaku melalui pergaulan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan dalam
aktivitas berkumpul seandainya guru tidak memainkan peran yang baik dalam
aktivitas tersebut.
Oleh karena itu, untuk mengaplikasikan model pembelajaran kelompok sosial ini
perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Guru hendaknya terampil dan menarik agar dapat
menjadi role model yang baik bagi para siswanya.
b.
Melakukan pembelajaran kooperatif yang merujuk
pada kaidah pengajaran yang memerlukan siswa bekerja sama dalam suatu kelompok.
c.
Guru harus menyediakan situasi belajar yang bebas
dari gangguan.
d.
Guru harus memilih metode pembelajaran dengan
memperhatikan karakteristik materi dan siswa.
e.
Guru harus berlatih terlebih dahulu dalam
menggunakan metode tersebut.
f.
Guru harus mencari umpan balik dari siswa tentang
metode yang digunakan.
g.
Guru harus selalu mencari metode mengajar yang
baik untuk melayani kebutuhan siswa.
3.
Penelitian Model Cooperative Learning
Jhonson dalam Joyce (2000) merumuskan rekomendasi untuk pembelajaran
kooperatif yang meliputi:
a. Mengajar siswa
bagaimana cara bekerja sama secara positif dan saling membutuhkan.
b. Menjamin bahwa setiap
siwa belajar bagaimana cara mengembangkan diri sendiri dengan bertanggungjawab
dan tidak meninggalkan usaha untuk
bekerja sama.
c. Bekerja dengan semua
siswa secara bersama- sama, tidak ada kelompok siswa yang tidak dapat belajar
secara bersama-sama.
d. Menciptakan sebuah
kelas dan sekolah kerja sama, belajar bekerja sama bukan kegiatan seketika,
tetapi sebuah cara yang dilakukan mencapai belajar untuk hidup dan bekerja
bersama.
Pembelajaran kooperatif learning merujuk pada kaidah pengajaran yang
memerlukan siswa dari berbagai kemampuan bekerja sama dalam kumpulan kecil
untuk mencapai satu hasil yang sama. Sasaran yang diharapkan adalah
pembelajaran yang maksimal bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk
rekan-rekannya yang lain. Pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan kemampuan
sosial peserta didik.
Pembelajaran sosial sangat membantu siswa untuk memahami tingkah laku
sosial, peranan siswa dalam interaksi sosial, mengembangkan sifat empati, dan
cara-cara menyelesaikan masalah dengan lebih baik.
Ada beberapa elemen yang saling terkait yang membentuk suatu sistem dalam
pembelajaran kooperatif, antara lain saling ketergantungan positif, interaksi
tatap muka, akuntabilitas individu, dan keterampilan sosial (Nurhadi, 2004:
61-62)
Pembelajaran kooperatif berfokus
pada pengembangan konsep dan kemampuan melalui kerja sama. Pembelajaran seperti
ini memberi dampak pada pencapaian akademik dan semangat sosial siswa. Hal ini
terjadi karena, pertama, melalui kerja sama siswa bersama untuk menguasai suatu
materi, ide, dan keterampilan penting, selain itu siswa juga berpikir mengenai
cara-cara penyelesaian masalah yang timbul secara bersama-sama. Kedua, siswa
akan bersaing di antara satu dan lainnya dalam suasana yang kondusif, karena
dalam keadaan demikian semua siswa mempunyai peluang yang sama untuk memperoleh
hasil yang terbaik.
C.
Kesimpulan
Model-model pembelajaran sosial merupakan pendekatan pembelajaran yang
dapat digunakan di kelas dengan melibatkan peserta didik secara penuh sehingga
peserta didik memperoleh pengalaman dalam menuju kedewasaan, peserta didik
dapat melatih kemandiriannya sehingga dapat belajar dari lingkungan
kehidupannya.
Model pembelajaran sosial bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa
untuk berinteraksi dengan orang lain dalam proses yang demokratis dan kerja
sama secara produktif dalam suatu lingkungan masyarakat.
Model pembelajaran sosial membawa implikasi bahwa pembelajaran model sosial
memiliki efek positif pada beragam siswa dan dapat diterapkan untuk semua
kategori siswa. Pengembangan tanggung jawab sosial secara positif mempengaruhi
prestasi karena mempengaruhi pribadi secara positif yang menyertai kegiatan
kerja sama. Siswa belajar tentang cara bekerja dan hidup secara bersama-sama.
Berbagai hasil penelitian telah membuktikan bahwa hasil belajar kelompok
eksperimen (model sosial) lebih baik daripada kelompok kontrol (model tutorial)
untuk materi-materi tertentu. Oleh karena itu, setiap guru harus selalu berupaya
untuk menjadi peneliti dengan cara: memilih model pembelajaran, belajar untuk
menggunakannya, bertanya dampaknya pada siswa, dan mencari cara menggunakan
model yang baik untuk melayani kebutuhan belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful
Bahri, Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta, Jakarta.
Hamalik, Oemar. Proses
Belajar Mengajar. Bumi Aksara, Jakarta.
Joyce, Bruce,
dkk. 2000. Models of Teaching. A Pearson Education Company , United
States of America.
Nurhadi, dkk.
2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Penerbit
Universitas Negeri Malang, Malang.
Warsita, Bambang.
Teknologi Pembelajaran: Landasan dan Aplikasinya. Rineka Cipta, Jakarta.