Ahlan Wasahlan

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuhu
!!!SELAMAT DATANG!!!
"Tuhan Selalu Memberikan yang Terbaik untuk Hamba-Nya."


Sunday, December 23, 2012

Ujian Tengah Semester Statistik PAI



NASKAH SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER

Perguruan Tinggi                   : STKIP Nurul Huda Sukaraja
Program Studi                       : Pendidikan Agama Islam (S1)
Mata Kuliah                           : Statistik
Semester                                : V-C
Tahun Akademik                   : 2012/2013

Petunjuk
1.      Baca dan pahami terlebih dahulu soalnya.
2.      Jawaban ditulis tangan menggunakan kertas double folio bergaris.
3.      Jawaban dikumpul pada tanggal 6 Januari 2013.
4.  Keterlambatan pengumpulan jawaban akan berdampak pada pemberian sanksi berupa pengurangan skor penilaian (5 skor).
5.      Hal-hal yang kurang jelas dapat ditanyakan langsung kepada dosen pengasuh.

Soal
44, 34, 44, 54, 23, 49, 49, 76, 54, 43
56, 54, 60, 33, 42, 43, 44, 33, 36, 35
45, 65, 70, 32, 29, 44, 55, 61, 62, 63
28, 27, 38, 39, 30, 53, 55, 63, 63, 66
31, 42, 33, 45, 50, 53, 56, 76, 52, 35

Tugas:
1.      Tabel distribusi frekuensi
2.      Tabel distribusi frekuensi kumulatif kurang dari
3.      Tabel distribusi frekuensi kumulatif lebih dari
4.      Tabel distribusi frekuensi relatif
5.      Histogram
6.      Poligon
7.      Mean
8.      Median
9.      Modus
10. Q3
11. D3
12. P70
13. Simpangan rata-rata (AD)
14. Simpangan standar (SD)
15. Normalitas

---===Selamat Bekerja & Semoga Sukses===---
atau klik di sini!

Friday, December 14, 2012

Belajar tentang Pembelajaran Sosial



PENELITIAN PADA KELOMPOK MODEL SOSIAL
(Belajar tentang Pembelajaran Sosial)

A.      Pendahuluan
Dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari berbagai variabel pokok yang saling berkaitan, yaitu kurikulum, guru/pendidik, proses pembelajaran, dan peserta didik. Dimana semua komponen ini bertujuan untuk kepentingan peserta didik. Berdasarkan hal tersebut, pendidik dituntut harus mampu menggunakan berbagai model pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar. Hal ini dilatarbelakangi bahwa peserta didik bukan hanya sebagai obyek tetapi juga merupakan subyek dalam pembelajaran. Peserta didik harus disiapkan sejak awak untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga berbagai jenis model pembelajar yang dapat digunakan oleh pendidik. Model-model pembelajaran sosial merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan di kelas dengan melibatkan peserta didik secara penuh (student centered) sehingga peserta didik memperoleh pengalaman dalam menuju kedewasaan, peserta didik dapat melatih kemandirian sehingga peserta didik dapat belajar dari lingkungan kehidupannya.
Salah satu usaha yang tidak pernah ditinggalkan oleh guru adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar (Djamarah, 2010:72).
Kelompok model pembelajaran sosial menekankan hubungan antara individu dengan masyarakat atau orang lain. Model-model pembelajaran dalam kelompok ini difokuskan pada peningkatan kemampuan individu dalam berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses demokrasi dan bekerja sama secara produktif dalam suatu kelompok.
Model pembelajaran sosial, sebagaimana namanya menitikberatkan pada tabiat sosial manusia, bagaimana cara mempelajari tingkah laku sosial dan bagaimana interaksi sosial tersebut dapat mempertinggi hasil capaian pembelajaran akademik. Hampir semua penggagas teori model sosial percaya bahwa peran utama pendidikan adalah untuk mempersiapkan warga negara yang akan mengembangkan tingkah laku yang demokratis dan terpadu, baik dalam lingkup pribadi maupun sosial serta meningkatkan taraf kehidupan yang berbasis demokrasi sosial yang produktif.
Para ahli juga percaya bahwa sebuah usaha yang dilakukan bersama pada dasarnya dapat meningkatkan kualitas kehidupan, mendatangkan keberhasilan dan semangat serta mencegah konflik sosial. Selain itu usaha yang dilakukan bersama-sama tidak hanya mendorong peningkatan aspek sosial, namun juga mendongkrak aspek intelektual. Oleh karena itu, beberapa tugas akademik yang dikerjakan mengandalkan interaksi sosial bisa disiasati sedemikiran rupa untuk meningkatkan hasil pembelajaran. Dengan pembelajaran model sosial, perkembangan tingkah laku sosial yang produktif, skil akademik, serta pengetahuan akan sama-sama dicapai. Model sosial memiliki porensi yang menjanjikan untuk kemajuan pembelajaran, khususnya untuk membentuk lingkungan sosial secara keseluruhan. Sekolah didambakan sebagai sebuah lingkungan masyarakat kecil yang produktif dibanding sekumpulan individu yang hanay belajar sendiri-sendiri. Dalam budaya sekolah yang kooperatif, siswa dapa diajarkan untuk menggunakan model-model pembelajaran sosial untuk memperoleh pengetahuan dan skil.

B.       Pembahasan
1.      Konsep Effecet Size
Konsep Effect Size digunakan untuk mendeskripsikan besarnya keuntungan dari beberapa perlakuan yang diberikan dalam praktik pendidikan dan untuk memperkirakan apa yang dapat kita harapkan untuk menyempurnakan hasil dengan menggunakan praktik tersebut.
Untuk menjelaskan ide tersebut, sebaiknya pikirkan sebuah studi yang diselenggarakan oleh Dr. Bharati Baveja (1988). Dr. Baveja mendesain studinya untuk mengetes keefektifan sebuah pendekatan induktif untuk sebuah unit biologi yang dikomparasikan dengan sebuah perlakuan pembelajaran intensif. Semua siswa diberi sebuah tes pada pembukaan pelajaran untuk menilai pengetahuan mereka sebelum pembelajaran dimulai dan dibagi menjadi dua kelompok yang sama dengan berdasarkan pada prestasinya. Kelompok kontrol belajar materi dengan bantuan tutor dan guru pelajaran, perlakuan standar di sekolah India untuk kursus tipe ini. Kelompok eksperimen bekerja dalam pasangan dan dipimpin secara induktif dan konsep latihan hasil yang menekankan klasifikasi tumbuhan.
Gambar berikut menunjukkan distribusi skor untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada post test yang mana seperti pada pretest berisi soal sama dengan informasi yang berkaitan dengan unit yang dipelajari.
Perbedaan di antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terletak pada standar deviasi. Perbedaan yang dihitung dalam istilah standar deviasi disebut effect size of the inductive treatment. Yang paling utama, bahwa nilai rata-rata kelompok eksperimen adalah berada pada persentil ke-80 di atas kelompok kontrol. Perbedaan meningkat ketika diingat kembali bahwa tes diberikan 10 bulan sebelumnya, mengindikasikan bahwa informasi yang diperoleh dengan konsep yang berorientasi strategi telah menahan sesuatu lebih baik dari informasi yang dikumpulkan melalui perlakuan kontrol.
Kalkulasi seperti ini memungkinkan kita untuk membandingkan besarnya potensi efek sebuah inovasi (keterampilan dan strategi mengajar, kurikulum, dan teknologi) yang mungkin digunakan dalam sebuah usaha untuk mempengaruhi belajar siswa. Kita juga dapat menentukan apakah perlakuan telah membedakan efek untuk semua jenis siswa atau hanya beberapa siswa. Pada studi tersebut dideskripsikan seperti di atas, perlakuan eksperimen rupanya efektif untuk seluruh populasi. Distribusi skor terendah pada kelompok eksperimen kira-kira berada pada persentil ke-30 daripada kelompok kontrol, dan sekitar 30% siswa melewati skor tertinggi yang diperoleh kelompok kontrol.
Walaupun pada dasarnya dalam kemampuan mereka sendiri, kelebihan dalam pembelajaran dan ingatan informasi sederhana kita dapat mempertimbangkan efek kebiasaan siswa untuk mengidentifikasi tumbuhan dan karekteristiknya yang diukur dari sebuah tes terpisah. Skor siswa dari kelompok eksperimen delapan kali lebih tinggi daripada skor untuk kelompok kontrol. Penelitian Baveja membenarkan hipotesisnya bahwa siswa dengan menggunakan model induktif mampu menerima informasi dan konsep dari unit yang lebih banyak dengan efektif dari pada siswa dari kelompok tutorial.
Mengerjakan beberapa konsep yang berguna dalam menggambarkan distribusi skor untuk memperdalam pengetahuan kita sedikit demi sedikit. Kami mendeskripsikan distribusi skor dengan istilah tendensi sentral yang mengarah pada pengelompokkan skor sekitar nilai tengah distribusi, varian, atau penyebarannya. Konsep menggambarkan tendensi sentral memasukkan nilai rata-rata yang dihitung dengan menjumlahkan skor dan membaginya dengan banyak skor, median atau skor pertengahan (setengah di atas dan setengah di bawah median), dan modus yaitu frekuensi yang paling banyak (dalam tabel, angka frekuensi yang paling tinggi). Pada gambar berikut, median, nilai rata-rata, dan modus semuanya berada pada tempat yang sama, karena distribusinya simetris dengan komplit.
Dispersi digambarkan dengan istilah range (jarak antara skor tertinggi dan skor terendah), rangking adalah frekuensi yang digambarkan dengan persentil (skor ke-20 dari atas dalam distribusi 100 orang terletak pada persentil ke-80 karena 20% skor ada di atasnya dan 80% ada di bawahnya, standar deviasi yang menggambarkan seberapa luas atau sedikit skor yang didistribusikan. Pada gambar berikut range adalah dari 70 (skor terendah) ke 150 (skor tertinggi). Skor persentil ke-50 berada pada tengah-tengah (dalam keadaan ini dihubungkan dengan nilai rata-rata, modus, dan median). Standar deviasi ditandai dengan garis tegak dilabeli +1SD, +2SD, dan seterusnya. Catatan bahwa kedudukan persentil skor 1 standar deviasi di atas rata-rata adalah 84 (84% skor di bawah poin tersebut), kedudukan 2 standar deviasi di atas nilai rata-rata adalah 97; dan 3 standar deviasi di atas rata-rata adalah 99.
Ketika nilai rata-rata, median, dan modus tepat seperti pada distribusi ini, dan distribusi skor sesimetris distribusi yang dilukis pada gambar tersebut, maka distribusi tersebut disebut normal. Konsep ini berguna dalam operasi statistik, walaupun beberapa distribusi sebenarnya tidak simetris seperti yang kita lihat. Untuk menjelaskan konseo effect size, kami akan gunakan simetris, distribusi normal sebelum mengilustrasikan bagaimana konsep bekerja dengan perbedaan bentuk distribusi.
Pada gambar berikut kami akan merubah hasil belajar kelompok investigasi bahwa nampak pada tabel di gambar grafik. Gambar berikut membandingkan skor posttest terendah siswa di seluruh kelas dan perlakuan pada kelompok investigasi. Nilai rata-rata skor kelompok investigasi sama dengan persentil ke-92 distribusi siswa seluruh kelas. Effect size dihitung dengan membagi perbedaan antara dua nilai rata-rata dengan standar deviasi kelompok kontrol atau seluruh kelas. Effect size dalam kondisi ini adalah 1,6 standar deviasi dengan menggunakan rumus:
ES = Nilai rata-rata kelompok ekperimen – Nilai rata-rata kelompok kontrol
Standar deviasi kelompok kontrol
Semua buku menggambarkan seperti ini akan menyediakan ide tentang suatu efek relatif yang dapat diharapkan jika satu siswa diajar demgam setiap model mengajar dibandingkan dengan menggunakan pola kurikulum dan pengajaran normatif. Kami akan membuat setiap gambar dari sebuah analisis riset berdasarkan keadaan sekarang dan akan selalu membangun gambar untuk melukiskan nilai rata-rata efek dari banyaknya jumlah studi.
Ketika menggunakan dasar riset untuk menentukan ketika menggunakan sebuah model pengajaran yang penting untuk merealisasikan effect size tidak hanya perhatian. Kita harus mempertimbangkan sifat obyek dan kegunaan model tersebut. Sebagai contoh, dalam studinya Spaulding digambarkan di atas, effect size kemampuan diukur hanya 0,5 atau sekitar setengah standar deviasi (perhatikan gambar berikut).
Bagaimanapun, kemampuan adalah sebuah sifat yang sangat kuat, dan model atau kombinasi model dapat menambah kemampuan akan mempunyai sebuah efek pada setiap pekerjaan siswa untuk tahun mendatang, penambahan belajar sampai tahun tersebut. Prosedur kooperatif learning yang paling sederhana mempunyai effect size dengan relatif sederhana, pengaruh terasa tentang diri pelajar sendiri, keterampilan sosial, dan pembelajaran akademik, dan mereka mudah menggunakan dan mempunyai kegunaan yang luas. Dengan demikian, efek sederhana mereka dapat dirasakan lebih teratur dan luas daripada beberapa model yang tidak mempunyai effect size dengan respek untuk mencapai tujuan.
Beberapa model dapat membantu kita hampir menghilangkan penyebaran dalam distribusi. Contoh, seorang rekan kerja kami menggunakan ingatan peralatan untuk mengajar siswa kelas empat nama negaranya dan ibukota mereka. Semua siswanya diajari semua itu dan mengingatkan mereka seluruh tahun. Dengan demikian distribusi skor kelasnya pada test kemampuan mereka untuk mengisi semua nama pada peta kosong tidak menyusun. Skor rata-rata adalah skor tertinggi yang mungkin. Tidak ada kedudukan persentil karena skor siswa semua berada di atas. Beberapa objek berdasarkan pengetahuan tentang konstitusi US, keterampilan menghitung, membaca kosakata, kami ingin pada kenyataannya untuk mempunyai kesamaan kesuksesan yang sangat tinggi untuk semua siswa kami karena sesuatu kekurangan adalah sangat merugikan untuk mereka, dan untuk masyarakat mereka.
Walaupun effect size tinggi membuat sebuah perlakuan yang menarik, ukuran sendiri tidak hanya mempertimbangkan ketika memilih di antara beberapa alternatif. Effect size yang sederhana bahwa pengaruh beberapa orang dapat mempunyai sebuah hasil yang sebesar-besarnya untuk populasi. Sebuah perbandingan dengan ilmu kedokteran adalah bermanfaat. Andaikata ketakutan sebuah penyakit mempengaruhi populasi dan kita memberi vaksin akan menurunkan perubahan penyakit dengan hanya 10%. Jika satu juta orang mungkin terinfeksi tanpa vaksin tetapi 900.000 jika itu tidak digunakan, efek vaksin yang paling sederhana mungkin bisa menyelamatkan 100.000 nyawa. Dalam dunia pendidikan, beberapa perkiraan menganjurkan bahwa selama tahun pertama sekolah tentang satu juta siswa setiap tahun (sekitar 30%) membuat sedikit proses ke arah belajar membaca. Kita juga mengetahui bahwa ketidaksuksesan dalam pengajaran membaca dalam kenyataannya ketakutan penyakit pendidikan, sejak setiap awal tahun pengajaran tidak sukses mungkin siswa akan merespon untuk pengajaran yang akan datang dengan keberhasilan yang rendah. Apakah perlakuan yang sederhana efektif, dikatakan hal itu mengurangi kesuksesan dalam tahun pertama 50.000 siswa dengan 5% menjadi berhasil? Kita berpikir demikian. Juga, beberapa perlakuan mungkin menjadi kumulatif. Tentu, kita lebih senang sebuah efek perlakuan yang baik, tetapi hal ini tidak selalu tersedia.
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan (Hamalik, 2012:29-29).
Demikian juga, tipe perbedaan efek memerlukan pertimbangan. Sikap, nilai, konsep, pengembangan intelektual, keterampilan, dan informasi juga hanya beberapa.
2.      Penelitian Model Pembelajaran Sosial
Semua model pembelajaran dirancang untuk tujuan yang khusus, mengajarkan informasi, konsep, cara berpikir, belajar nilai-nilai sosial, dan lain-lain, dengan bertanya ke siswa untuk mengajarkan fakta-fakta kognitif dan tugas-tugas sosial. Penelitian secara umum dimulai dengan sebuah tesis yang menggambarkan sebuah lingkungan pendidikan, itu memperkirakan efek, dan rasional bahwa mata rantai lingkungan dan hal itu dimaksudkan untuk membangun konsep atau mengajar mereka, bagaimana membangun teori, memori, memecahkan masalah, dan keterampilan. Beberapa model berpusat pada pentrasferan oleh guru sambil membangun sebuah respon pembelajaran dengan mengerjakan tugas, dan siswa diberi penghargaan sebagai patner dalam pendidikan kemandirian. Bagaimanapun semua model pendidikan menekankan cara membantu siswa belajar untuk mengkonstruksi pengetahuan, pembelajaran untuk belajar, mencakup pembelajaran dari sumber sering dilakukan, seperti belajar dari ceramah, film, membaca simbol, dan lain-lain.
Dick dan Briggs sebagaimana dikutip Warsita (2008:271), ”Ada beberapa komponen yang harus diperhatikan agar kegiatan pembelajaran dapat mencapai tujuan, yaitu kegiatan pendahuluan, penyampaian informasi, partisipasi peserta didik, tes, dan kegiatan tindak lanjut.”
Model pembelajaran memerlukan latihan dari guru untuk menggunakannya. Langkah pertama dalam penelitian teori driven sering mengumpulkan data tentang cara mengajar dengan normal. Kemudian guru mempersiapkan diri emnggunakan pembelajaran tingkah laku, meliputi cara mengajar siswa tentang pembelajaran keterampilan.
Model pembelajaran sosial mempunyai kelebihan dan kekurangan yang dapat dianalisis sebaga berikut:
a.       Kekuatan
1)      Model pembelajaran sosial dapat mengembangkan kreatifitas siswa krena siswa dapat melakukan sesuatu atau memainkn peran tertentu dalam suatu situasi berkaitan dengan topik yang ditentukan.
2)      Model pembelajaran sosial dapat dijadikan bekal bagi siswa dalam situasi sebenarnya pada masa yang akan datang dalam keluarga, masyarakat dan kehidupan sehari-hari mereka di dunia kerja nantinya.
3)      Melalui model pembelajaran sosial, siswa dapat menambah  minat mereka terhadap proses pembelajaran dan berusaha untuk memberikan kemampuan semasa pembelajaran dan menerima input yang berguna dan ilmu yang dipelajari pada hari tersebut.
4)      Model pembelejaran sosial memupuk keberanian dan keyakinand alam diri siswa apabila melakukan suatu aktivitas seperti membaca dengan kuat dalam kelas.
5)      Melalui model pembelajaran sosial, siswa dapat memperkaya pengetahuan dan sikap mereka dalam suatu situasi sosial.
b.      Kelemahan
1)      Pengalaman yang diperoleh seorang siswa tidak semuanya tepat dan sesuai dengan kenyataan di lapangan. Hal ini karena selama proses pembelajaran berlangsung, siswa tidak mempunyai pengalaman yang ada kaitan dengan topik pembelajaran dan ini memungkinkan siswa tidak aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa tidak dapat mengembangkan ide mereka.
2)      Model pembelajaran sosial terlihat lemah karena sikap siswa yang merasa malu dan takut menyebabkan mereka tidak dapat menguasai dan tidak dapat  menyesuaikan diri untuk mengikuti pembelajaran sosial dengan mudah.
3)      Perancangan yang salah juga menjadi puncak kelemahan model ini. Hal ini karena guru mengajarkan lebih kepada teknik hiburan seperti nyanyian, sehingga tujuan utama pembelajaran gagal dicapai.
c.       Peluang
1)      Siswa akan lebih yakin apabila terdapat persaingan untuk melakukan sesuatu pekerjaan dan peluang untuk mereka mendapatkan sesuatu yang lebih tinggi.
2)      Peluang siswa untuk berdikari dapat dilakukan dan mereka sendiri dapat meningkatkan daya kreatifitas yang ada supaya dapat melakukan sesuatu dengan lebih baik dan sempurna.
3)      Memberi ruang kepada siswa untuk menambah ilmu pengetahuan selama pembelajaran berlangsung dan dapat berpikir dengan lebih baik serta mampu bekerja sama dalam kelompok dan bersosialisasi dengan orang sekelilingnya.
d.      Ancaman
1)      Dalam model ini, ancaman akan berlaku apabila siswa melakukan peniruan setiap yang dilakukan tanpa melihat kesan yang akan berlaku terhadap perlakuan yang dilakukan baik atau buruk.
2)      Melalui model ini, siswa tidak mempunyai jati diri atau ide sendiri karena terbiasa dengan peniruan yang ditunjukkan tanpa menggunakan ide baru atau melakukan suatu tindakan yang baru berkaitan dengan peniruan yang dilakukan.
3)      Siswa akan mendapat masalah sekiranya siswa diajar melalui peniruan orang yang tidak dipercayai karena mereka akan ikut-ikutan dengan perlakuan yang dilakukan dan seterusnya melakukan peniruan karena melihat peran yang ditunjukkan kepada siswa.
4)      Melalui pergaulan, gejala sosial yang negatif akan berlaku melalui pergaulan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan dalam aktivitas berkumpul seandainya guru tidak memainkan peran yang baik dalam aktivitas tersebut.
Oleh karena itu, untuk mengaplikasikan model pembelajaran kelompok sosial ini perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.       Guru hendaknya terampil dan menarik agar dapat menjadi role model yang baik bagi para siswanya.
b.      Melakukan pembelajaran kooperatif yang merujuk pada kaidah pengajaran yang memerlukan siswa bekerja sama dalam suatu kelompok.
c.       Guru harus menyediakan situasi belajar yang bebas dari gangguan.
d.      Guru harus memilih metode pembelajaran dengan memperhatikan karakteristik materi dan siswa.
e.       Guru harus berlatih terlebih dahulu dalam menggunakan metode tersebut.
f.       Guru harus mencari umpan balik dari siswa tentang metode yang digunakan.
g.      Guru harus selalu mencari metode mengajar yang baik untuk melayani kebutuhan siswa.
3.      Penelitian Model Cooperative Learning
Jhonson dalam Joyce (2000) merumuskan rekomendasi untuk pembelajaran kooperatif yang meliputi:
a.    Mengajar siswa bagaimana cara bekerja sama secara positif dan saling membutuhkan.
b.    Menjamin bahwa setiap siwa belajar bagaimana cara mengembangkan diri sendiri dengan bertanggungjawab dan  tidak meninggalkan usaha untuk bekerja sama.
c.    Bekerja dengan semua siswa secara bersama- sama, tidak ada kelompok siswa yang tidak dapat belajar secara bersama-sama.
d.   Menciptakan sebuah kelas dan sekolah kerja sama, belajar bekerja sama bukan kegiatan seketika, tetapi sebuah cara yang dilakukan mencapai belajar untuk hidup dan bekerja bersama.
Pembelajaran kooperatif learning merujuk pada kaidah pengajaran yang memerlukan siswa dari berbagai kemampuan bekerja sama dalam kumpulan kecil untuk mencapai satu hasil yang sama. Sasaran yang diharapkan adalah pembelajaran yang maksimal bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk rekan-rekannya yang lain. Pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan kemampuan sosial peserta didik.
Pembelajaran sosial sangat membantu siswa untuk memahami tingkah laku sosial, peranan siswa dalam interaksi sosial, mengembangkan sifat empati, dan cara-cara menyelesaikan masalah dengan lebih baik.
Ada beberapa elemen yang saling terkait yang membentuk suatu sistem dalam pembelajaran kooperatif, antara lain saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individu, dan keterampilan sosial (Nurhadi, 2004: 61-62)
Pembelajaran kooperatif  berfokus pada pengembangan konsep dan kemampuan melalui kerja sama. Pembelajaran seperti ini memberi dampak pada pencapaian akademik dan semangat sosial siswa. Hal ini terjadi karena, pertama, melalui kerja sama siswa bersama untuk menguasai suatu materi, ide, dan keterampilan penting, selain itu siswa juga berpikir mengenai cara-cara penyelesaian masalah yang timbul secara bersama-sama. Kedua, siswa akan bersaing di antara satu dan lainnya dalam suasana yang kondusif, karena dalam keadaan demikian semua siswa mempunyai peluang yang sama untuk memperoleh hasil yang terbaik.

C.      Kesimpulan
Model-model pembelajaran sosial merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan di kelas dengan melibatkan peserta didik secara penuh sehingga peserta didik memperoleh pengalaman dalam menuju kedewasaan, peserta didik dapat melatih kemandiriannya sehingga dapat belajar dari lingkungan kehidupannya.
Model pembelajaran sosial bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berinteraksi dengan orang lain dalam proses yang demokratis dan kerja sama secara produktif dalam suatu lingkungan masyarakat.
Model pembelajaran sosial membawa implikasi bahwa pembelajaran model sosial memiliki efek positif pada beragam siswa dan dapat diterapkan untuk semua kategori siswa. Pengembangan tanggung jawab sosial secara positif mempengaruhi prestasi karena mempengaruhi pribadi secara positif yang menyertai kegiatan kerja sama. Siswa belajar tentang cara bekerja dan hidup secara bersama-sama.
Berbagai hasil penelitian telah membuktikan bahwa hasil belajar kelompok eksperimen (model sosial) lebih baik daripada kelompok kontrol (model tutorial) untuk materi-materi tertentu. Oleh karena itu, setiap guru harus selalu berupaya untuk menjadi peneliti dengan cara: memilih model pembelajaran, belajar untuk menggunakannya, bertanya dampaknya pada siswa, dan mencari cara menggunakan model yang baik untuk melayani kebutuhan belajar siswa.















DAFTAR PUSTAKA


Djamarah, Syaiful Bahri, Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta, Jakarta.

Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara, Jakarta.

Joyce, Bruce, dkk. 2000. Models of Teaching. A Pearson Education Company , United States of America.

Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Penerbit Universitas Negeri Malang, Malang.

Warsita, Bambang. Teknologi Pembelajaran: Landasan dan Aplikasinya. Rineka Cipta, Jakarta.