Ahlan Wasahlan

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuhu
!!!SELAMAT DATANG!!!
"Tuhan Selalu Memberikan yang Terbaik untuk Hamba-Nya."


Friday, April 13, 2012

Hakikat Manusia dan Pengetahuan


MANUSIA DAN PENGETAHUAN


MAKALAH




Oleh
MUKHAMAD FATHONI
NIP. 198002162005011003





YAYASAN PONDOK PESANTREN NURUL HUDA
MTs NURUL HUDA SUKARAJA OKU TIMUR
Alamat:
Jln. Kotabaru Sukaraja Buay Madang OKU TIMUR Sumsel 32161
Telp/Hp. 085764669469; e-mail: mtsnh.skj@gmail.com
2012












MANUSIA DAN PENGETAHUAN

A.    Pendahuluan
Berkaitan dengan pendidikan, maka hakikat manusia perlu dibahas di awal,  karena pendidikan yang dilakukan adalah untuk manusia. Socrates dalam (Tafsir 2010:7) mengatakan bahwa belajar yang sebenarnya adalah belajar tentang manusia.
Manusia menjadi sosok sentral di alam dunia, karena manusia mengurus dirinya sendiri dan alam. Manusia membuat peraturan sendiri untuk mengatur dirinya sendiri, manusia juga membuat peraturan sendiri untuk mengatur alam. Hewan, tumbuhan, lautan, daratan, gunung, dan lain-lain berada di bawah aturan yang dibuat oleh manusia. Bahkan manusipun tunduk pada peraturan yang dibuatnya sendiri. Kerusakan dan kelestarian alam tergantung pada manusia sebagai sosok sentralnya. Jadi, sudah sewajarnya jika manusia harus mengenali hakikat manusia yang sebenarnya.
Kelestarian manusia dan alam harus tetap dijaga dengan sebaik-baiknya, untuk itu  manusia sebagai sosok sentral harus dibekali dengan pengetahuan tentang hakikat manusia, sehingga manusia mengetahui cara-cara menjaga kelestarian manusia dan alam. Pengetahuan tentang hakikat manusia tersebut hanya akan diperoleh jika manusia memperoleh bimbingan dari orang lain melalui proses pendidikan.

B.     Pembahasan
1.      Hakikat dan Substansi Manusia
Pendapat tentang hakikat manusia sangat beragam, tergantung pada sudut pandang masing-masing. Ada beberapa konsep tentang makna manusia, antara lain homo sapiens yaitu makhluk yang memiliki akal budi, animal rational yaitu makhluk yang memiliki kemampuan berpikir, homo laquen yaitu makhluk yang mempunyai kemampuan berbahasa, homo faber atau homor toolmaking animal yaitu makhluk yang mampu membuat perangkat peralatan (Djamal dalam Jalaluddin 2011:77).
Pembahasan tentang manusia sangat beragam dan tidak henti-hentinya, hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang yang digunakan oleh masing-masing orang. Beberapa di antara telah memandang manusia sebagai makhluk yang mampu berpikir, makhluk yang memiliki akal budi, makhluk yang mampu berbahasa, dan makhluk yang mampu membuat perangkat peralatan untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kehidupannya.
Socrates (470-399 SM) mengungkapkan hakikat manusia ialah ia ingin tahu dan untuk itu harus ada orang yang membantunya. Kewajiban setiap orang untuk mengetahui dirinya sendiri lebih dahulu jika ingin mengetahui hal-hal di luar dirinya (Tafsir 2010:8-9). Manusia menurut Socrates adalah makhluk yang selalu ingin tahu tentang segala sesuatu, baik tentang manusia itu sendiri maupun tentang hal yang ada di luar dirinya. Ada persyaratan yang harus dipenuhi untuk memenuhi keingintahuan manusia tersebut, yaitu harus ada bantuan dari orang lain dan harus mengetahui dirinya sendiri terlebih dahulu.
Menurut Plato (meninggal tahu 347 SM) bahwa hakikat manusia terdiri dari tiga unsur, yaitu roh, nafsu, dan rasio (Tafsir 2010:10-11).
Berbeda dengan Socrates, Plato memandang bahwa ada tiga unsur dalam diri manusia, yaitu roh, nafsu, dan rasio. Manusia menjalani kehidupannya menggunakan roh dan nafsu. Roh sebagai simbol kebaikan dan nafsu sebagai simbol keburukan, penggunaan keduanya dikendalikan oleh rasio sebagai pengontrol.
Rene Descartes (1596-1650) mengungkapkan tentang posisi sentral akal (rasio) sebagai esensi (hakikat) manusia (Tafsir 2010:12). Akal memegang peran penting dalam hakikat manusia, sehingga dikatakannya bahwa akal memiliki posisi sentral.
Menurut Thomas Hobbes (1588-1629) bahwa salah satu hakikat manusia adalah keberadaan kontrak sosial, yaitu setiap orang harus menghargai dan menjaga hak orang lain (Tafsir 2010:12-13). Hakikat manusia adalah manusia sebagai makhluk sosial yang ditandai dengan keberadaan kontrak sosial di dalamnya. Manusia tidak dapat menjalani kehidupannya secara sendiri-sendiri, oleh karena itu harus ada saling menghargai antar sesama dan saling menjaga hak-hak orang lain. Dua hal ini diperlukan untuk menjaga keharmonisan hidup manusia.
Jhon Locke (1623-1704) mengatakan bahwa manusia dilahirkan laksana kertas bersih, kemudian diisi dengan pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam hidupnya (Tafsir 2010:13). Manusia terlahir dalam keadaan yang tidak punya daya apapun yang diibaratkan sebagai kertas bersih. Ketidakberdayaan tersebut membutuhkan bantuan orang lain untuk memberikan pengalaman-pengalaman dalam kehidupannya.
Menurut Immanuel Kant (1724-1804) bahwa manusia adalah makhluk rasional yang bebas bertindak berdasarkan alasan moral, manusia bertindak bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri (Tafsir 2010:13-14). Hampir sama dengan Descartes, Kant mendefinisikan manusia sebagai makhluk rasional yang mengandalkan rasio. Akan tetapi Kant menambahkan peran moral dalam penggunaan rasio tersebut, sehingga manusia dituntut untuk berbuat bukan hanya untuk kepentingannya sendiri, tetapi juga harus memperhatikan kepentingan orang lain di dalamnya.
Ramayulis (2011:57):
Kesatuan wujud manusia antara pisik dan psikis serta didukung oleh potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa manusia sebagah ahsan at-taqwin dan menempatkan manusia pada posisi yang strategis, yaitu: Hamba Allah (‘abd Allah) dan Khalifah Allah (khalifah fi al-ardh).

Manusia terdiri dari dua unsur yaitu pisik dan psikis. Kedua unsur tersebut mempunyai potensi masing-masing yang saling melengkapi untuk mengokohkan hakikat manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi.
Manusia juga disebut sebagai homo socius ataupun zoon politicon yaitu makhluk sosial yang mampu bekerja sama serta mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Homo economics yaitu makhluk yang hidup atas dasar prinsip-prinsip ekonomi. Homo religiosus yaitu makhluk yang beragama. Manusia adalah makhluk yang serba unik (Muthahhari dalam Jalaluddin 2011:77-78).
Manusia adalah makhluk ini, banyak predikat yang melekat padanya, banyak pandangan dan pendapat tentangnya, antara lain makhluk sosial, makhluk ekonomis, dan makhluk beragama. Manusia mampu mengorganisasi diri, bekerja sama dengan yang lainnya, dan mampu menerapkan prinsip-prinsip ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan rohani dapat terpenuhi dengan agama yang dianutnya.
Pemikiran filsafat pendidikan harus merujuk kembali pada hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berawal dari pertanyaan yang dikemukakan oleh Jacques Martin: ”Siapa kita, di mana kita, dan kemana kita akan pergi?” (Connor dalam Jalaluddin 2011:79).
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang diberikan kesempatan untuk berusaha dan bekerja di dunia untuk nantinya akan kembali lagi kepada Tuhan. Pertanyaan: siapa manusia, di mana manusia, dan kemana manusia akan pergi merupakan pertanyaan yang harus dijawab apabila ingin membahas tentang hakikat manusia.
Jalaluddin (2011:79):
Hakikat manusia tak mungkin dijelaskan secara tuntas oleh pemikiran filsafat yang hanya mengandalkan kemampuan optimal rasio. Satu-satunya jalan yang paling meyakinkan adalah dengan merujuk ke sumber dari Sang Pencipta manusia itu sendiri, yakni Allah. Dalam Al-Qur’an dijelaskan mengenai konsep manusia dengan menggunakan sebutan: Abd Allah, Bani Adam, Bani Basyr, al-Insan, al-Ins, al-Nas dan Khalifah Allah.

Pembahasan hakikat manusia tidak akan pernah selesai apabila hanya berdasarkan pada pandangan-pandangan manusia sendiri yang mengandalkan kemampuan akal semata. Oleh karena itu diperlukan penjelasan dari sumber yang meyakinkan, yaitu sumber yang diperoleh langsung dari Tuhan sebagai Penciptanya. Menurut sumber dari al-Qur’an diperoleh konsep tentang konsep manusia sebagai Abd Allah, Bani Adam, Bani Basyr, al-Insan, al-Ins, al-Nas dan Khalifah Allah.
Konsep Abd Allah menunjukkan bahwa manusia adalah hamba yang segala bentuk aktivitas kehidupannya untuk menghambakan diri kepada Allah. Konsep Bani Adam berarti manusia berasal dari nenek moyang yang sama, yaitu Adam dan Hawa yang terdiri dari berbagai ras. Konsep Bani Hasyr menggambarkan manusia sebagai makhluk biologis terdiri dari unsur materi yang membutuhkan makan dan minum, bukan keturunan makhluk bukan manusia. Konsep al-Insan berarti manusia diciptakan sebagai makhluk eksploratif yang mempunyai keseimbangan antara pertumbuhan dan perkembangan. Konsep al-Ins menunjukkan bahwa manusia mempunyai potensi untuk menjadi makhluk berperadaban yang mempunyai kemampuan kreasi dan inovasi. Konsep al-Nas berarti manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat. Konsep Khalifah Allah menunjukkan manusia mengemban tugas untuk mewujudkan serta membina sebuah tatanan kehidupan yang harmonis di bumi (Jalaluddin 2011:79-95).
Tafsir (2010:19): ”Hakikat manusia menurut al-Qur’an  ialah bahwa manusia itu terdiri atas unsur jasmani, akal, dan ruhani”.  Hakikat manusia adalah sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi yang terdiri dari tiga unsur, yaitu: unsur jasmani, unsur akal, dan unsur ruhani.
Jadi, Hakikat manusia adalah sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi yang terdiri dari tiga unsur, yaitu: jasmani (pisik, nafsu), akal (rasio), dan rohani (psikis, roh). Sebagai konsekuensi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi, maka manusia merupakan: makhluk ciptaan Tuhan, makhluk yang terlahir dalam kondisi tidak berdaya (kertas bersih), membutuhkan bantuan dari orang lain, makhluk yang memiliki kemampuan berpikir, makhluk yang memiliki akal budi, makhluk yang selalu ingin tahu tentang segala sesuatu, makhluk yang mempunyai kemampuan berbahasa, makhluk yang mampu membuat perangkat peralatan, makhluk sosial yang mampu bekerja sama, makhluk yang mampu mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, makhluk yang hidup atas dasar prinsip-prinsip ekonomi, makhluk yang beragama, makhluk rasional yang bebas bertindak berdasarkan alasan moral, makhluk dengan kontrak sosial untuk menghargai dan menjaga hak orang lain.
2.      Teori Mutakhir Manusia
a.      Ubbersman Nietzsce (Manusia Unggul)
Ubermensch diartikan sebagai manusia unggul atau manusia atas. Ubermensch adalah cara manusia memberikan nilai pada dirinya sendiri tanpa berpaling dari dunia dan menengok ke seberang dunia. Ubermensch merupakan suatu bentuk manusia yang menganggap dirinya sebagai sumber nilai. Manusia yang telah mencapai Ubermensch adalah manusia yang selalu mengatakan ”ya” pada segala hal dan siap menghadapi tantangan, yang mempunyai sikap selalu mengafirmasikan hidupnya, dan tanpa itu Ubermensch tidak mungkin akan tercipta. Jadi Ubermensch tidak pernah menyangkal atau gentar dalam menghadapi berbagai dorongan hidupnya yang dahsyat (Sofyan 2010:190).
Menurut Nietzsce bahwa manusia unggul adalah manusia yang selalu siap menghadapi segala tantangan, tidak pernah gentar apalagi mundur menghadapi segala macam dorongan hidupnya. Manusia unggul tidak pernah mengatakan tidak pada setiap kondisi yang menantang.
”Melihat dari segi bahasa, kata uber pada ubermensch mempunyai peran yang menentukan dalam membentuk seluruh makna ubermensch, yaitu kehendak untuk berkuasa sebagai semangat untuk mengatasi atau motif-motif untuk mengatasi diri”. (Sunardi 1999:93).
Manusia unggul selalu mempunyai dorongan yang kuat untuk menjadi manusia yang berkuasa, selalu mempunyai semangat untuk mengatasi segala macam persoalan, baik dalam diri sendiri maupun dengan manusia lainnya.
Nietsche dalam Abidin (2009:110):
Mati sudah semua Tuhan; sekarang kita akan melihat Manusia Unggul hidup...
Aku ajarkan engkau Manusia Unggul. Manusia adalah sesuatu yang harus kau lampaui. Apakah kau sudah melampauinya?...
Apa yang baik pada manusia adalah bahwa ia merupakan jembatan dan bukan tujuan, apa yang bisa dicintai dari manusia adalah bahwa ia merupakan peralihan dan tugas untuk menghancurkan.
Aku cinta pada manusia-manusia yang tidak tahu bagaimana hidup, selain menghancurkan; mereka adalah anak-anak panah yang diarahkan pada ujung pantai yang lain.
Aku cinta manusia-manusia yang tidak mengatasi bintang-gemintang untuk menghancurkan dan dikorbankan, tapi yang mengorbankan diri sendiri untuk bumi, agar bumi kelak jadi milik Manusia Unggul....
Itu adalah saat bagi manusia untuk menandai tujuannya. Itu adalah saat bagi manusia untuk menanamkan benih-benih harapan tertingginya....
Katakan padaku, saudaraku, kalaulah tujuan itu mengurangi kemanusiaan, bukankah kemanusiaan itu sendiri berkurang?
Cinta pada manusia yang terisolasi jauh lebih tinggi ketimbang cinta pada tetanggamu.

Nietzsce menanamkan pada diri manusia bahwa manusia harus mempunyai tujuan dalam hidupnya, yaitu untuk berkuasa. Jalan untuk mencapai tujuan tersebut yaitu dengan keberanian dan kesiapan untuk dikorbankan. Nietsche telah mengumumkan nama Tuhan baru, yaitu Manusia Unggul dengan segala karakteristiknya.
Pada usia kedelapan belas Nietsche kehilangan kepercayaan kepada Tuhan, dan menghabiskan sisa hidupnya untuk mencari Tuhan yang baru; Nietsche menemukan Tuhan yang baru dalam Manusia Unggul (Ubermensch) (Abidin 2009:101).
Abidin (2009:99):
Nietsche mengembangkan filsafat etika berdasarkan teori evolusi. Baginya, kalau hidup adalah perjuangan untuk bereksistensi – di mana organisme yang paling pantas untuk hiduplah  yang berhak untuk terus melangsungkan kehidupannya – maka kekuatan adalah kebajikan yang utama dan kelemahan adalah keburukan yang memalukan. Yang baik adalah yang mampu melangsungkan kehidupan, yang berjaya, dan menang; yang buruk adalah yang tidak bisa bertahan, yang terpuruk, dan kalah.

Manusia unggul adalah manusia yang mampu terus melangsungkan kehidupannya untuk berjaya dan menang dengan memiliki kekuatan dan kebajikan. Manusia yang memiliki kelemahan tidak akan bisa bertahan, akan terpuruk, dan akhirnya akan kalah.
Tujuan dari kerja keras manusia bukanlah demi peningkatan kualitas hidup umat manusia, melainkan demi perkembangan individu unggul yang lebih baik dan lebih kuat. Bukan menjadi manusia yang merupakan tujuan hidup yang sejati, melainkan menjadi Manusia Unggul. Mayarakat adalah alat (mesin) untuk meningkatkan kekuatan dan kepribadian individu; kelompok bukanlah menjadi tujuan (Abidin 2009:114).
Manusia Unggul tidak dilahirkan oleh alam. Manusia Unggul dapat hidup dan bertahan hanya melalui seleksi manusia (human selection), melalui perbaikan kecerdasan (eugenic foresight) dan pendidikan yang meningkatkan derajat dan keagungan individu-individu (Abidin 2009:114).
Manusia unggul tidak diciptakan begitu saja oleh alam, tetapi manusia unggul tercipta karena proses seleksi oleh manusia melalui pendidikan untuk meningkatkan derajat dan keagungannya.
Energi, intelek, dan kehormatan atau kebanggaan diri yang membuat Manusia Unggul. Namun semuanya harus selaras: gairah-gairah akan menjadi kekuatan, hanya jika mereka dipilih dan dipadukan oleh suatu tujuan besar, yang mampu membentuk berbagai keinginan yang masih kabur ke dalam kekuatan satu kepribadian (Abidin 2009:115).
Unsur-unsur yang harus ada dalam diri manusia unggul adalah energi, intelek, dan kebanggaan diri. Ketiga unsur tersebut harus berjalan serasi bersama-sama agar tercipta suatu kekuatan, sehingga dengan kekuatan tersebut manusia unggul akan mencapai tujuannya untuk menyatukan berbagai keinginan menjadi satu kekuatan kepribadian.
Abidin (2009:115): Jalan menuju Manusia Unggul, tidak bisa lain, adalah melalui aristokrasi. Demokrasi harus dilenyapkan sebelum terlambat. Langkah pertama adalah menghancurkan Kristianitas”.
Nietzsce menentang sistem demokrasi dan kristianitas, karena keduanya akan menjadi penghambat dan penghalang bagi penciptaan manusia unggul. Manusia unggul hanya dapat tercipta melalui aristokrasi, yaitu kekuasaan harus berada di bawah tangan para bangsawan.
Jadi, Ubermensch adalah manusia unggul yang selalu siap menghadapi segala tantangan kehidupannya, selalu mempunyai dorongan yang kuat untuk mencapai tujuan menjadi manusia yang berkuasa.  Unsur-unsur yang harus ada dalam diri manusia unggul adalah energi, intelek, dan kebanggaan diri (kehormatan). Ketiga unsur tersebut harus berjalan serasi bersama-sama agar tercipta suatu kekuatan. Karena dengan memiliki kekuatan dan kebajikan, maka manusia akan mampu terus melangsungkan kehidupannya untuk berjaya dan menang. Manusia unggul hanya dapat tercipta melalui aristokrasi, yaitu kekuasaan harus berada di bawah tangan para bangsawan, sehingga harus ada keberanian dan kesiapan untuk dikorbankan. Keberanian dan kesiapan untuk dikorbankan tercipta karena proses seleksi oleh manusia melalui pendidikan untuk meningkatkan derajat dan keagungannya.
b.      Superiorman Kong Fu Tse (Manusia Budiman)
Ajaran konfusius pada awalnya dimulai oleh seorang yang bernama Kung Fu Tze atau Tuan Kung, seorang terpelajar yang berprofesi sebagai seorang guru dan mendapatkan kedudukan yang cukup mapan di dalam pemerintahan Kota Lu (Reksosusilo t-th:4).
Wattimena (2010:144);
Di dalam tujuan ajaran etikanya, Konfusius menekankan, hendaknya manusia sampai pada level mencapai Chun Tzu/Kuncu (manusia yang budiman). Untuk sampai pada tahap Kuncu ini diperlukan manusia yang mempunyai norma-norma yang ideal di dalam kehidupannya, seperti kesusilaan, kerendahan hati, bermoral baik, harmonis di dalam kehidupan rumah tangga, serta taat kepada atasan dan sebagainya.

Tujuan manusia adalah untuk mencapai level manusia budiman, pencapain level tersebut akan terwujud apabila manusia mempunyai norma-norma yang ideal dalam kehidupannya. Norma-norma ideal yang diperlukan tersebut antara lain kesusilaan, kerendahan hati, bermoral baik, harmonis di dalam kehidupan rumah tangga, dan taat kepada atasan.
Menurut Tondowijoyo (1983:47-48), inti ajaran etika dari aliran Konfusius adalah:
1.      Jen (kemanusiaan): ini merupakan keutamaan dari semua keutamaan. Hal ini merupakan dasar suatu penghormatan terhadap martabat seseorang sebagai seorang pribadi dan penghormatan terhadap pribadi-pribadi lain juga. Dengan kata lain, mencintai orang lain sama dengan mencintai diri sendiri.
2.      Chun-Tzu (menjadi pribadi yang ideal): ini berarti mengambil kualitas abstrak jen, dan menerapkan ke dalam kebiasaan tingkah laku. Pandangan ini lebih pada ajaran mengenai sopan santun dan tata krama. Hal ini berarti mempunyai sikap yang benar sebanyak mungkin, sehingga dengan sendirinya melimpah ke perbuatan dalam lingkungan apapun.
3.      Li (pola yang benar): di dalam Li ini terkandung dua macam pengertian, yaitu berbuat sesuatu dengan benar, serta bila melakukannya haruslah dengan tata cara yang benar.
4.      Te (memerintah dengan sikap moral yang baik): menurut ajaran Konfusius untuk menentukan apakah rakyat akan menghargai pemegang pemerintahan atau tidak, bukan tergantung pada kekuatan fisik, namun tergantung pada teladan hidup yang baik dan maksud yang murni untuk mengabdikan diri kepada kesejahteraan rakyat.

Ada empat aspek yang menjadi inti dari manusia budiman yaitu kemanusiaan, pribadi ideal, pola yang benar, dan memerintah dengan sikap moral yang baik.
Kata kebijakan yang dikenang dari Konfusius adalah: ”Orang yang luar biasa itu sederhana dalam ucapan, tetapi hebat dalam tindakan. Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh”. (Wikipedia: 8 Maret 2012)
Manusia budiman adalah manusia yang banyak berbuat dan sedikit berbicara, sehingga tidak pernah putus asa apabila mengalami kegagalan.
c.       Insan Kamil al-Jilli (Manusia Sempurna)
Kosasih (2012:3):
Gagasan insan kamil al-Jilli sebenarnya melanjutkan gagasan yang telah dikemukakan Ibn Arabi. Menurut Ibn Arabi, manusia sempurna adalah alam seluruhnya. Karena Allah ingin melihat substansi-Nya dalam alam seluruhnya, yang meliputi seluruh hal yang ada, yaitu karena hal ini bersifat wujud serta kepadanya itu Dia mengemukakan rahasia-Nya, maka kemunculan manusia sempurna (Insan Kamil) menurut Ibn Arabi adalah esensi kecermelangan cermin alam. Ibn Arabi membedakan manusia sempurna menjadi dua. Pertama manusia sempurna dalam kedudukannya sebagai manusia baru. Kedua, manusia sempurna dalam kedudukannya sebagai manusia abadi. Karena itu manusia sempurna adalah manusia baru yang abadi, yang muncul, bertahan, dan abadi.

Manusia sempurna adalah manusia baru yang abadi, yang muncul dan bertahan sehingga menjadi abadi.
Gagasan Ibn Arabi ini kemudian dipertegas oleh al-Jilli. Al-Jilli dalam Kosasih (2012:3-4) menegaskan:
Insan Kamil adalah Muhammad, karena mempunyai sifat-sifat al-Had (Tuhan) dan al-Khaliq (makhluk) sekaligus. Dan sesungguhnya Insan Kamil itu adalah Ruh Muhammad yang diciptakan dalam diri nabi-nabi, wali-wali, serta orang-orang soleh. Insan Kamil merupakan  cermin Tuhan (copy Tuhan) yang diciptakan atas nama-Nya, sebagai refleksi gambaran nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Insan Kamil memiliki dua dimensi yaitu kanan dan kiri. Yang kanan merupakan aspek lahir, seperti melihat, mendengar, berkehendak. Sedangkan dimensi kirinya bercorak batin dan mutlak, seperti azali, baqa, awal, dan akhir.

Insan Kamil adalah Muhammad, yang memiliki dimensi kanan (aspek lahir) dan dimensi kiri (aspek batin dan mutlak).
Menurut keyakinan al-Jilli manusia tidak akan pernah sampai pada kemampuan untuk mengidentifikasi bahwa dirinya adalah sepenuhnya Tuhan. Al-Jilli merumuskan Tuhan sebagai esensi, segala sesuatu yang ada dalam jagat raya memiliki unsur esensi Ilahi, sehingga manusia sangat dimungkinkan melakukan persatuan atau pertemuan esensi dirinya dengan esensi Tuhan (Kosasih 2012:5).
Al-Jilli mengemukakan bahwa penampakan Tuhan melalui tiga tahap manifestasi beruntun, yaitu: kesatuan (Ahadiyah), Ke-Diaan (Hiwiyah), dan Ke-Akuan (Aniyah). Jalan untuk mencapai Insan Kamil adalah dengan pengamalan Islam, iman, shalah, ihsan, syahadah, shiddiqiyah, dan qurbah. Jalan tersebut dengan melalui beberapa tahapan, yaitu: mubtadi, mutawasit, ma’rifat, dan mencapai maqam khatam. Manusia akan menjadi manusia sempurna jika telah mempunyai sifat ketuhanan dan dalam dirinya terdapat bentuk (surah) Tuhan. Manusia adalah bayangan Tuhan yang sempurna (Kosasih 2012:5-6).
Manusia sempurna adalah bayangan Tuhan yang mempunyai sifat dan bentuk ketuhanan. Untuk mencapai manusia sempurna ada beberapa tahapan yang harus dilewati, yaitu  mubtadi, mutawasit, ma’rifat, dan mencapai maqam khatam. Jalan untuk mencapai Insan Kamil adalah dengan pengamalan Islam, iman, shalah, ihsan, syahadah, shiddiqiyah, dan qurbah.
d.      Superman Iqbal (Manusia Hebat)
Sofyan (2010:307):
Filsafat Iqbal adalah filsafat yang meletakkan kepercayaannya kepada manusia yang dilihatnya mempunyai kemungkinan yang tak terbatas, memiliki kemampuan untuk mengubah dunia dan dirinya sendiri serta mempunyai kemampuan untuk ikut memperindah dunia. Hal ini dimungkinkan karena manusia merupakan wujud penampakan diri dari Aku yang Akbar.

Manusia mempunyai potensi yang tidak terbatas, potensi untuk merubah dunia dan dirinya sendiri. Potensi ini dimiliki manusia karena manusia merupakan wujud dari Aku Tuhan.
Hal-hal yang dapat memperkuat pribadi menurut Iqbal adalah:
1.    isyaq a muhabbat, yakni cinta kasih;
2.    semangat atau keberanian, termasuk bekerja kreatif dan orisinal, artinya asli dari hasil kreasinya sendiri dan mandiri;
3.    toleransi, tenggang rasa;
4.    faqr yang artinya sikap tidak mengharapkan imbalan dan ganjaran-ganjaran yang akan diberikan di dunia sebab bercita-citakan yang lebih agung (Rapar 1988:95-101)
Manusia yang hebat harus memiliki cinta kasih, semangat keberanian, toleransi, dan tidak mengharapkan imbalan dunia.
3.      Orientasi Kependidikan Manusia
Jalaluddin (2011:113): ”Setiap orang mempunyai cita-cita dalam hidupnya. Dalam menjalani hidupnya, manusia senantiasa berupaya untuk mewujudkan apa yang menjadi cita-citanya itu”.
Setiap manusia lahir dengan membawa potensi masing-masing untuk tumbuh dan berkembang. Potensi-potensi tersebut menyebabkan manusia mempunyai cita-cita dan selalu berusaha untuk mencapainya dengan mengoptimalkan setiap potensi yang dimilikinya.
Jalaluddin (2011:107): ”Manusia adalah makhluk tanpa daya. Sejak dilahirkan ia membutuhkan bantuan dari lingkungannya. Membutuhkan intervensi (pengaruh) di lingkungannya. Adapun lingkungan yang pertama dan utama dalah keluarga”.
Ketidakberdayaan manusia ketika dilahirkan menyebabkan manusia membutuhkan bantuan dari luar untuk memunculkan dan mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya.
”Karena manusia adalah makhluk yang merupakan resultan dari dua komponen (materi dan immateri), maka potensi itu menghendaki proses pembinaan yang mengacu ke arah realisasi dan pengembangan komponen-komponen tersebut” (Ramayulis 2011:62).
Setiap potensi yang ada pada diri manusia tidak akan berkembang dengan baik apabila tidak ada proses pembinaan dari luar dirinya.
Pendidikan adalah bagian dari kebutuhan manusia. Manusia membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya (Jalaluddin 2011:107).
Jalan yang harus ditempuh manusia untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya adalah melalui pendidikan. Pendidikan sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, sehingga tidak dapat terpisahkan. Tanpa pendidikan, manusia tidak akan mempunyai arti apa-apa.
Zuhairini (2009:92):
Dalam sejarahnya, pendidikan sebenarnya sudah dimulai sejak adanya makhluk yang bernama manusia, yang berarti bahwa pendidikan itu berkembang dan berproses bersama-sama dengan proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia itu sendiri.

Pendidikan telah ada sejak manusia ada, demikian pula dengan perkembangannya juga tumbuh dan berkembang bersama dengan proses perkembangan manusia. Manusia sangat membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, sehingga manusia mampu mewarnai kehidupannya.
Zuhairini (2009:93-4):
Bahwa bilamana anak tidak mendapat pendidikan, maka mereka tidak akan menjadi manusia sebenarnya, dalam arti tidak akan sempurna hidupnya dan tidak akan dapat memenuhi fungsinya sebagai manusia yang berguna dalam hidup dan kehidupannya. Dengan kata lain, hanya pendidikanlah yang dapat memanusiakan manusia dan membudayakan manusia.

Manusia akan menjadi manusia yang sebenarnya apabila mendapat pendidikan. Manusia yang tidak memperoleh pendidikan tidak akan mampu menjalani kehidupannya dengan sempurna, tidak akan berguna bagi kehidupan. Proses pendidikan menjadi sarana untuk memanusiakan manusia dan mewariskan kebudayaan kepada generasi penerusnya.
Zuhairini (2009:94):
Untuk mengembangkan potensi/kemampuan dasar, maka manusia membutuhkan adanya bantuan dari orang lain untuk membimbing, mendorong dan mengarahkan agar berbagai potensi tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan secara optimal, sehingga kelak hidupnya dapat berdaya guna dan berhasil guna.

Potensi manusia akan tetap menjadi potensi apabila tidak dibimbing dan tidak diarahkan untuk tumbuh dan berkembang. Bimbingan dan pengarahan potensi tersebut diperoleh manusia melalui pendidikan. Potensi yang tumbuh dan berkembang dengan wajar dan optimal akan membantu manusia menjadi manusia yang berdaya guna dan berhasil guna.

C.    Kesimpulan
Hakikat manusia adalah sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi yang terdiri dari tiga unsur, yaitu: jasmani (pisik, nafsu), akal (rasio), dan rohani (psikis, roh). Sebagai konsekuensi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi, maka manusia merupakan: makhluk ciptaan Tuhan, makhluk yang terlahir dalam kondisi tidak berdaya (kertas bersih), membutuhkan bantuan dari orang lain, makhluk yang memiliki kemampuan berpikir, makhluk yang memiliki akal budi, makhluk yang selalu ingin tahu tentang segala sesuatu, makhluk yang mempunyai kemampuan berbahasa, makhluk yang mampu membuat perangkat peralatan, makhluk sosial yang mampu bekerja sama, makhluk yang mampu mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, makhluk yang hidup atas dasar prinsip-prinsip ekonomi, makhluk yang beragama, makhluk rasional yang bebas bertindak berdasarkan alasan moral, makhluk dengan kontrak sosial untuk menghargai dan menjaga hak orang lain.
Ubermensch Nietzsce adalah manusia unggul yang selalu siap menghadapi segala tantangan kehidupannya, selalu mempunyai dorongan yang kuat untuk mencapai tujuan menjadi manusia yang berkuasa.  Unsur-unsur yang harus ada dalam diri manusia unggul adalah energi, intelek, dan kebanggaan diri (kehormatan). Ketiga unsur tersebut harus berjalan serasi bersama-sama agar tercipta suatu kekuatan. Karena dengan memiliki kekuatan dan kebajikan, maka manusia akan mampu terus melangsungkan kehidupannya untuk berjaya dan menang. Manusia unggul hanya dapat tercipta melalui aristokrasi, yaitu kekuasaan harus berada di bawah tangan para bangsawan, sehingga harus ada keberanian dan kesiapan untuk dikorbankan. Keberanian dan kesiapan untuk dikorbankan tercipta karena proses seleksi oleh manusia melalui pendidikan untuk meningkatkan derajat dan keagungannya.
Superiorman Kong Fu Tse adalah manusia harus menjadi manusia budiman, yaitu manusia yang memiliki norma-norma ideal di dalam kehidupannya. Ada empat aspek yang menjadi inti dari manusia budiman yaitu kemanusiaan, pribadi ideal, pola yang benar, dan memerintah dengan sikap moral yang baik. Manusia harus banyak berbuat dan sedikit berbicara, sehingga tidak pernah putus asa apabila mengalami kegagalan.
Insan Kamil al-Jilli adalah manusia sempurna sebagai manusia baru yang mampu bertahan dan abadi sebagai bayangan Tuhan yang mempunyai sifat dan bentuk ketuhanan dengan dua dimensi, yaitu dimensi kanan (aspek lahir) dan dimensi kiri (aspek batin dan mutlak). Tahapan yang harus dilewati untuk mencapai manusia sempurna adalah  mubtadi (manusia disinari nama Tuhan), mutawasit (manusia disinari sifat Tuhan), ma’rifat (manusia disinari zat Tuhan), dan mencapai maqam khatam (insan kamil). Jalan untuk mencapai Insan Kamil adalah dengan pengamalan Islam, iman, shalah, ihsan, syahadah, shiddiqiyah, dan qurbah.
Superman Iqbal adalah manusia hebat yang mempunyai potensi tidak terbatas, potensi untuk merubah dunia dan dirinya sendiri. Ciri-ciri manusia hebat adalah memiliki cinta kasih, semangat keberanian, toleransi, dan tidak mengharapkan imbalan dunia.
Manusia adalah makhluk tanpa daya yang memiliki potensi atau kemampuan dasar. Potensi tersebut menghendaki proses bimbingan, pembinaan, dan pengarahan yang mengacu ke arah realisasi dan pengembangan secara wajar dan optimal melalui proses pendidikan. Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan  dari kebutuhan manusia. Manusia membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya agar menjadi manusia yang berdaya guna dan berhasil guna.

















DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2009. Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Jalaluddin. 2011. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sejarah dan Pemikirannya. Jakarta: Kalam Mulia.

Kosasih, Aceng. 2012. Konsep Insan Kamil Menurut al-Jili. [Online] Available: http://www.file.upi.edu [2012, Maret 8]

Ramayulis, Samsul Nizar. 2011. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran para Tokohnya. Jakarta: Kalam Mulia.

Rapar, J.H. 1988. Filsafat Politik Aristoteles. Jakarta: Rajawali.

Reksosusilo, S. t-th. Filsafat Cina. Malang: Widya Sasana.

Sofyan, Ayi. 2010. Kapita Selekta Filsafat. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Sunardi, S.T. 1999. Nietsche. Yogyakarta: LkiS.

Tondowijoyo, John. 1983. Pandangan Hidup Ketimuran. Surabaya: Sanggar Bina Tama.

Wattimena, Reza A.A. 2010. Membongkar Rahasia Manusia: Telaah Lintas Peradaban (Filsafat Timur dan Filsafat Barat). Yogyakarta: Kanisius.

Wikipedia. 2012. Kong Hu Cu (filsuf). [Online] Available: http://www.id.wikipedia.org [2012, Maret 8]

Zuhairini, dkk. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

No comments: